"Ketika orang lain takut tidak diterima di universitas favoritnya. Justru aku takut tidak bisa kuliah seperti mereka"
-Naya Putri-
•••
Hatchim!
Terhitung kelima kalinya Naya bersih pada menit yang sama, hidungnya terasa gatal. Ini semua mungkin efek dari pulang kehujanan.
Tadi sore saat Naya dan Arhan tiba di rumah, Hana langsung mengomeli Arhan yang tidak sabar untuk menunggu hujan reda. Hana pikir apa susahnya menunggu hujan reda daripada harus menerobos dan berakhir basah-basahan, belum lagi jika terkena flu atau sakit kepala. Dan Arhan dengan santainya menjawab 'tanggung. Sekalian basah, Mah'
Malam ini rasanya sangat dingin, tubuh Naya saja sampai menggigil. Untungnya sekarang Naya tidur di atas kasur yang empuk--untuk yang kedua kalinya. Jangan harap di sisinya ada Arhan, karena Arhan tidur di sofa yang beberapa hari ini kembali mengisi kamar Arhan.
Tadinya Naya menolak untuk tidur di ranjang sedangkan pemilik kamar tidur disofa, tapi berkat tatapan Arhan yang terlihat kesal dan marah, Naya pasrah menurutinya.
Jam menunjukkan pukul 11.45 malam saat Naya menuruni tempat tidur. Naya akan mengambil air hangat dan obat yang berada di dapur. Naya tidak akan bisa tidur jika kondisinya seperti ini.
Hatchim!
Ternyata bersih keenam Naya mengganggu tidur Arhan. Arhan perlahan membuka matanya, sebenarnya Arhan belum tidur pulas, jadi ia sempat mendengar bersin Naya yang sebelum-belumnya.
Naya yang melihat Arhan merubah posisi tidurannya menjadi duduk, seketika merasa tidak enak. Ia merasa sangat-sangat bersalah sudah membangunkan Arhan tengah malam seperti ini.
"Tuan" panggil Naya pelan namun Arhan mendengarnya dan tanpa sadar juga Arhan berdecak.
"Tunggu! Tidur lagi" ujar Arhan lalu beranjak keluar kamar membuat Naya melongo melihatnya.
"Tunggu. Tidur lagi" gumam Naya menirukan ucapan Arhan.
"'Tunggu'. Berarti Naya di suruh diamkan? Terus, 'tidur lagi' berarti Naya baringan lagi dong?" menolog Naya, tangannya mengetuk-ngetuk keningnya, pertanda ia tengah memahami ucapan Arhan yang singkat namun bisa membuatnya terlihat bodoh.
"Eh! Nayakan mau ngambil air sama obat ih" pekik Naya tertahan, ia pun mengabaikan ucapan Arhan. Lalu Naya keluar dari kamar, namun sebelum membuka pintu kamar, pintu tersebut sudah dibuka lebih dulu oleh Arhan--yang baru kembali.
"Ck. Di suruh diem juga" decak Arhan melihat Naya yang akan keluar kamar.
"Eh eh"
Tangan kiri Arhan menutup pintu kamarnya, lalu menarik lengan Naya yang masih berdiri--merasa bingung--untuk diajak kembali masuk ke dalam kamar. Sedangkan tangan kanan Arhan memegangi nampan yang membawa gelas berisi air putih dan obat.
Perlahan Arhan menaruh nampan tersebut di atas nakas dan menuntun Naya untuk duduk di pinggir ranjang.
"Minum!" suruh Arhan menyodorkan satu tablet obat pada Naya.
Naya diam, ia menatap obat lalu menatap Arhan yang duduk di sampingnya. Rasanya ada yang berbeda dengan Arhan. Naya takut jika Arhan kenapa-napa.
"Tuan sehatkan? Kenapa--"
"Gue sehat!" potong Arhan mendengus dan tanpa sadar Naya pun ikut mendengus. Jika di pikir-pikir lelaki yang duduk di sampingnya ini sering sekali memotong ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARHANAYA || SUDAH TERBIT ||
Teen FictionCERITA SUDAH TIDAK LENGKAP. UNTUK PEMESANAN NOVEL ARHANAYA BISA LANGSUNG DI SHOPEE swpbookstore_ ATAU LINKNYA CEK DI BIO INSTAGRAM @sunwater_publisher --- Kisah tentang Arhan dan Naya. Arhan Putra Wira, anak tunggal dari keluarga Wira yang memiliki...