25. Lo Cantik

53.4K 6.3K 764
                                    

Biasanya setelah menyelesaikan ibadahnya sebagai muslim--salat Magrib--Naya akan bersiap untuk menyiapkan makan malam bersama Hana, namun malam kali ini berbeda. Karena tiba-tiba saja, Arhan yang kali pertama menjadi imamnya di salat Magrib, mengajak pergi.

"Salim" perintah Arhan menyodorkan tangan kanannya setelah membaca doa pada Naya.

Tanpa membantah, Naya mencium punggung tangan Arhan. Melihat Naya menurut padanya, Arhan mengulas senyum tipis. Rasanya adem melihat Naya mencium punggung tangannya dengan takzim.

"A' "

"Naya"

Bersamaan saat Naya mendongak, Arhan memanggil Naya, begitu pula dengan Naya. Suasana canggung seketika menerpa keduanya. Ah, ralat. Lebih tepatnya hanya Naya, karena Arhan setelah berdehem langsung bisa mengendalikan dirinya, berbeda dengan Naya.

"Siap-siap gih" perintah Arhan seraya berdiri lalu melepas sarungnya hingga menyisakan celana jeans panjang--sepertinya Arhan memang sudah niat akan pergi.

"Mau kemana?"

"Keluar"

"Biar sama Naya" Naya merebut sajadah serta sarung yang akan Arhan lipat.

"Mau ngapain ke luar?" Naya bertanya tanpa menatap Arhan.

"Jalan" Arhan memperhatikan Naya yang tengah melipat sejadah, sarung serta mukena. Di tatapnya setiap gerak-gerik Naya, membuat sang empu tiba-tiba merasa gugup karena tahu tengah di perhatikan.

"Kenapa ngeliatin Naya mulu, sih?" keluh Naya menatap Arhan yang kini tengah duduk di pinggiran ranjang.

Setelah selesai melipat semua alat salat, Naya menyimpannya di tempat biasa. Namun pergerakan Naya tiba-tiba berhenti saat mendengar apa yang Arhan ucapkan.

"Abis solat, lo cantik"

Naya mematung. Jantungnya langsung bergemuruh, kedua tungkai kakinya terasa lemas, pipinya pun terasa panas. Apa ini yang di namakan baper? Apa begini reaksi normalnya jika di puji oleh lawan jenis, apalagi ini berstatus suami? Rasa-rasanya Naya--ah sulit di jelaskan.

Saat melihat reaksi Naya, Arhan tersenyum tipis.

"Sini. Gue mau ngomong" perintah Arhan seraya menarik pelan tangan Naya yang berdiri tidak jauh darinya. Setelah itu Arhan menyuruh Naya untuk duduk di pinggiran ranjang bersamanya.

Naya tidak bisa menolak, hanya menuruti apa yang Arhan suruh. Setelah duduk di samping Arhan, Naya menatap penuh tanya pada lelaki itu. Apa yang akan di bicarakan sampai menyuruhnya duduk. Apa jangan-jangan Arhan akan--

"Biasanya abis di puji, pasti di cium. Eh-eh ngggak! Pasti A' Arhan mau bilang cinta dulu, abis itu baru deh di cium. Terus di peluk sambil--"

"Ngayal lo!" sentak Arhan seraya menyentil bibir Naya. Karena sedari tadi Naya mengusap-usap sudut bibirnya sambil memperhatikan Arhan.

Naya tersentak, lamunannya seketika buyar. Setelah itu merenggut kesal karena bibirnya di sentil oleh tangan Arhan tanpa perasaannya. Lagipula kenapa tangannya refleks mengusap sudut bibir, sih?

"Bikin malu aja" batin Naya kesal pada dirinya sendiri.

"A' Arhan mau ngomong apa?" tanya Naya yang sudah tidak canggung lagi memanggil Arhan dengan panggilan 'Aa'.

"Gue tadi lupa" ujar Arhan seraya memiringkan tubuhnya, agar berhadapan dengan Naya yang tengah menatapnya.

"Lupa apa?" Naya penasaran apa yang di lupakan oleh Arhan sehingga mengajaknya bicara seperti ini. Jarang-jarang mereka bisa bersikap santai seperti ini.

ARHANAYA || SUDAH TERBIT ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang