Setelah hampir 1 minggu dirawat, kini Hana sudah kembali ke rumah, begitupun Wira, sudah kembali menjalankan aktivitasnya, bekerja.
Masih ada beberapa hari sebelum masuk sekolah, mereka memutuskan untuk menikmati hari libur di rumah. Tidak hanya mereka, kemarin pun, sahabat Arhan bermain sekaligus menjenguk Hana ke rumah.
Selama Hana dirawat dan Naya menemaninya, rumah kelabakan tidak ada yang beres-beres, hingga Wira mempekerjakan asisten rumah tangga yang kebetulan cocok untuk keluarga mereka.
Bi Rati namanya. Ternyata kenalan serta sahabatnya almarhumah Ibu Naya, yang kebetulan baru mengundurkan diri--beberapa minggu yang lalu dari majikan sebelumnya. Karena beliau, Asih bisa kerja di rumah Wira, hingga ajal menjemput dirinya.
Melihat keberadaan Bi Rati di rumah, Naya terkejut sekaligus senang, begitu pun sebaliknya.
Tidak ada batasan antara Naya dan Bi Rati. Naya menolak, saat Bi Rati memanggil dirinya dengan embel-embel-lan 'Non'. Naya lebih suka Bi Rati memanggil dirinya 'Neng' seperti biasanya.
"Bi Rati udah makan?" Naya menghampiri Bi Rati yang tengah mencuci piring bekas sarapan mereka.
"Udah, Neng. Bibi meni pangling liat kamu" Naya tertawa renyah menanggapinya. Lalu Naya menawarkan dirinya, untuk membantu pekerjaan Bi Rati.
"Nggak usah. Bibi ditemani aja cukup" namun Bi Rati menolaknya.
"Pernikahan kamu, udah lama?" Bi Rati hanya tahu sekilas tentang pernikahan Naya. Saat pertanya kali kerja di rumah ini, Bi Rati mendapatkan informasi jika anak majikannya-yang notabennya masih sekolah, sudah menikah. Hingga membuat Bi Rati, tanya-tanya pada Mang Udin.
"Udah hampir enam bulan" Naya menerawang, mengingat hari pertama ditinggal oleh ibunya, lalu tiba-tiba menikah dengan Arhan. Rasanya, hari-hari itu, adalah hari yang sangat berat.
"Kamu udah pulang kampung?" tanya Bi Rati, mengalihkan topik sebelumnya.
"Udah. Seminggu yang lalu, Naya sama Aa kesana. Kalau Bibi?" tanya Naya balik. Kerena Bi Rati pun berasal dari kampung yang sama, hanya saja beda Desa.
"Sebelum ngundurin diri, Bibi pulang kampung" obrolan mereka berlajut hingga terdengar suara Arhan yang memanggil Naya.
"Tuh, dipanggil suami" goda Bi Rati membuat Naya pura-pura merajuk.
...
"Kenapa, Aa?"
"Cuman manggil" Naya merenggut mendengarnya. Capek-capek menyusul Arhan ke kamar, nyatanya zonk.
Naya duduk di sisi ranjang, menatap punggung Arhan yang tengah duduk di kursi belajar. Maklum, anak ambis akan selalu menuangkan waktu liburnya untuk belajar.
"Nanti kita kuliah bareng. Siapin diri"
Naya langsung menolak. "Naya nggak bakal lanjut" ujar Naya tau diri.
Arhan memutar kursinya hingga menghadap Naya.
"Naya nggak mampu--"
"Masalah biaya, itu tanggungjawab gue!" sela Arhan tegas seakan tahu jika Naya akan mempermasalahkan tentang biaya.
"Naya nggak punya ambis untuk kuliah. Ternyata Naya kuliah, cuman karena 'pengen', pengen kayak teman-teman" Naya menjeda ucapannya.
"Naya rasa, kuliah harus sunguh-sungguh, sungguh-sungguh ingin menata masa depan, bukan hanya karena 'pengen'. Dan Naya, nggak memiliki rasa 'sungguh-sungguh' itu"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARHANAYA || SUDAH TERBIT ||
Teen FictionCERITA SUDAH TIDAK LENGKAP. UNTUK PEMESANAN NOVEL ARHANAYA BISA LANGSUNG DI SHOPEE swpbookstore_ ATAU LINKNYA CEK DI BIO INSTAGRAM @sunwater_publisher --- Kisah tentang Arhan dan Naya. Arhan Putra Wira, anak tunggal dari keluarga Wira yang memiliki...