15. Marah = Peduli

61.3K 6.2K 596
                                    

Naya takut bukan main saat Arhan mengendarai motornya secara ugal-ugal. Rasanya tubuh Naya akan terbawa angin jika ia tidak berpegangan pada bahu Arhan. Tidak peduli jika Arhan akan semakin marah padanya, Naya dengan erat memegang bahu Arhan saat cowok itu menambah kecepatan laju motornya.

"Semoga selamat, ya Allah" doa Naya, matanya terpejam, wajahnya pun terasa di tampar oleh angin.

Kedatangan mereka seperti biasa, disambut oleh Mang Udin yang bertugas membukakan gerbang. Tidak peduli dengan apapun, setelah motornya terparkir dengan asal, Arhan segera menarik Naya agar ikut dengannya.

Naya bungkam, ia tidak berani membantah apapun hanya mengeluarkan suaranya. Arhan seperti kesurupan, pikir Naya.

Saat Arhan membuka pintu rumah dengan kasar, sontak Hana yang memang tengah bersantai di ruang keluarga pun terkejut dan segera menghampiri Arhan.

"Arhan Naya, ada apa?" tanya Hana bingung. Lebih bingungnya lagi pertanyaannya tidak ada yang menjawab.

"Arhan! Kamu kenapa sih?"

"Ini juga, kenapa narik-narik tangan Naya sih?" oceh Hana seraya mengikuti Arhan dan Naya.

"Nggak papa, Mah. Ini Arhan mau nunjukin sesuatu yang ada di kamarnya" akhirnya Naya memutuskan untuk menjawab, meski harus berbohong.

"Oh. Kirain apa" sahut Hana lalu kembali bersantai di ruang keluarga. Ia hanya takut putranya itu menyakiti menantunya.

"Tuan" cicit Naya saat tubuhnya didorong kasar keatas ranjang hingga terbaring. Naya Tidak menyangka dengan perlakuan ini. Dengan segera Naya duduk, ia takut terjadi hal yang tidak diinginkan jika tidak segera merubah posisinya.

"Setan apa yang merasuki Tuan, sih?!" gerutu batin Naya. Ia jadi yakin jika Arhan memang kesurupan.

"Apa?! Lo mau apa?!" teriak Arhan membuat Naya takut.

"Udah berkali-kali, gue bilang jangan manggil 'Tuan', tapi lo?"

"... Bangsat, ngeyel!"

"Istighfar, Tuan. Bangsat-bangsat mulu dari tadi" tegur Naya pelan tapi siapa sangka, jika Arhan mendengarnya.

"Mau lo apa?! Uang?! Atau lo mau jadi babu gue selamanya? Hah?!" emosi Arhan kembali naik tanpa memedulikan teguran Naya.

"Aduh" Naya semakin yakin jika Arhan memang kesurupan. Buktinya ia ditarik kasar hingga tubuhnya bersimpuh dihadapan Arhan yang sejak tadi berdiri.

"Buka sepatu gue. Basuh kaki gue. Dan lo, jangan pernah angkat kepala saat berbicara sama gue! Itu yang lo mau kan? Jadi babu gue!" tekan Arhan, membuat Naya semakin menunduk. Kaki Arhan, ia rentangkan hingga mengenai wajah Naya.

"Sakit, Tuan" adu Naya saat kaki Arhan yang masih beralasan sepatu itu mengenai dagunya cukup keras.

"Lakukan tugas lo!" perintah Arhan yang tidak peduli dengan aduan Naya. Ia duduk disisi ranjang agar memudahkan tugas Naya.

Dengan perlahan Naya melepas sepatu yang Arhan kenakan, sedangkan cowok itu menatap Naya datar.

"Naya ambil--"

"Pake baju lo!" sela Arhan sebelum Naya menyelesaikan ucapannya.

Naya mendongak menatap Arhan sedih. "Tuan kenapa?"

"Gue marah, bodoh!" balas Arhan menatap tajam Naya yang bersimpuh duduk dibawahnya.

"Kenapa? Tuan jangan kayak gini, Naya takut. Kalau memang Tuan pangen Naya bersihin kakinya, Tuan bisa bicara baik-baik. Nggak kayak gini"

ARHANAYA || SUDAH TERBIT ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang