Rencana awalnya, 5 hari berada di kampung halaman Naya, namun rencana tetaplah rencana. Karena nyatanya, pagi ini mereka harus segera kembali ke Jakarta.
Subuh tadi, Arhan mendapati telepon dari nomor asing--yang ternyata adalah pihak rumah sakit, yang memberitahu jika kedua orangtuanya mengalami kecelakaan dan tengah diperiksa di rumah sakit tersebut.
Posisi dirinya yang jauh, Arhan langsung menelepon Mang Nana--karena orangtuanya pergi tidak menggunakan supir, untuk segera ke rumah sakit.
Dengan perasaan yang tidak karuan namun berusaha tenang, Arhan langsung mengajak Naya bersiap untuk segera kembali ke Jakarta--karena ingin mengetahui kondisi orangtuanya secara langsung.
Sedangkan Naya saat mengetahui kabar buruk tersebut langsung menangis, ingin segera sampai di Jakarta. Namun Arhan, dengan sisa ketenangannya mengatakan bahwa posisi mereka jauh, jadi harus sabar dan tentunya harus tenang.
Yang terpenting saat ini adalah doa.
"Aa, nanti mampir ke warung Uwa Wati, ya" ujar Naya yang baru masuk--setelah membuat bekal sarapan, membersihkan rumah dan mandi secepat mungkin.
Sedangkan Arhan, lelaki itu sudah lebih dulu mandi, dan sekarang sedang memasukkan baju-baju dirinya serta baju Naya kedalam koper.
"Kita buru-buru" tolak Arhan tanpa menghiraukan Naya. Tangannya dengan cekatan memasukkan baju-baju serta barang-barang yang lainnya.
"Naya belum ketemu sama Uwa Wati. Nggak enak kalau langsung pulang tanpa mampir dulu ke sana" jelas Naya bimbang, nada suaranya terdengar bindeng efek tadi menangis, lalu membantu Arhan membereskan semuanya agar cepat selesai.
"Sekalian berangkat aja. Biar nggak makan waktu banget" tambah Naya memberi solusi saat Arhan tidak bersuara.
"terserah!" ketus Arhan. Lalu keluar kamar sembari membawa koper yang sudah siap.
...
Naya mengetuk pintu rumah Uwa Yani seraya mengucapkan salam. Dirinya sudah siap untuk berangkat, sedangkan Arhan masih di dalam--mengambil barang-barang yang akan mereka bawa ke Jakarta. Selang beberapa menit pintu rumah sederhana milik Uwa Yani dibuka.
Kebetulan saat ini Uwa Yani tinggal seorang diri, suaminya berangkat ke Ciamis kota untuk ikut proyekan yang biasanya seminggu sekali pulang.
Uwa Yani juga memilik 3 orang anak, anak pertama dan kedua sudah menikah, namun yang Naya tahu, anak kedua Uwa Yani--seumuran dengan Naya, yang saat Naya akan kenaikan kelas 11 memutuskan untuk menikah, tinggal ngontrak di daerah kecamatan. Sedangkan anak terakhir--dua tahun di bawah Naya, tengah merantau ke ibu kota. Kedua anaknya perempuan sedangkan yang bungsu laki-laki.
"Aya naon? Meni ntos rapi" tanya Uwa Yani bingung melihat penampilan Naya yang sudah sangat rapi, menurutnya. Terlebih ini masih pagi, matahari pun belum menampakkan dirinya, tapi Naya sudah serapi itu.
"Wa, Naya bade pamit, Naya titip rumah, enya. Kalau emang mau Uwa atau anak Uwa tempati, tempati aja. Ini kuncinya" ujar Naya lalu menyerah kunci cadangan pada Uwa Yani, namun Uwa Yani tidak langsung menerimanya.
"Iyeu aya naon? Gening dadakan?"
"Orangtua Aa masuk rumah sakit, Wa. Naya titip rumah, enya" ujar Naya parau lalu kembali menyerahkan kunci rumahnya pada Uwa Yati, yang kali ini beliau menerimanya.
"Tapi--" Uwa Yani rasa ini berlebih jika harus dirinya atau keluarganya yang menempati rumah Naya--yang kondisinya jauh lebih baik dari pada rumahnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARHANAYA || SUDAH TERBIT ||
Ficção AdolescenteCERITA SUDAH TIDAK LENGKAP. UNTUK PEMESANAN NOVEL ARHANAYA BISA LANGSUNG DI SHOPEE swpbookstore_ ATAU LINKNYA CEK DI BIO INSTAGRAM @sunwater_publisher --- Kisah tentang Arhan dan Naya. Arhan Putra Wira, anak tunggal dari keluarga Wira yang memiliki...