"Assalamualaikum, Ibu"
"Maaf, Naya baru bisa datang kesini" Naya bersimpuh di sisi kanan makam sang ibu. Mengusap pelan nisan tersebut sembari melantunkan beberapa kalimat doa di dalam hatinya.
Naya mengambil Quran kecilnya, tangannya membuka halaman-halaman Quran tersebut hingga sampai pada surah Yasin. Dengan khusyuk Naya membaca surat tersebut, lalu setelahnya membaca doa serta solawat.
Sebagai orang awam, Naya hanya mampu berdoa sebisanya.
Hatinya sakit jika sudah mengingatkan kenyataan, kenyataan bahwa ibu serta ayahnya sudah meninggalkan dirinya lebih dulu. Terlebih jarak kepergian kedua orangtuanya hanya beberapa bulan, membuat Naya sangat-sangat terpukul.
"Sekarang Naya udah bagi laport, semester kemarin Ibu nyambut Naya dengan tatapan penuh harap. Sekarang--" tidak kuasa melanjutkan ucapannya. Naya menundukkan kepala sembari memeluk Quran-nya.
"Naya-- Naya nggak tau harus bilang apa, Bu" air matanya luruh, menahan isak tangis membuat dadanya sedikit nyeri, hingga Naya meloloskan seguk-kannya, seketika air matanya semakin luruh sampai nangis sesegukkan.
Setelah puas menangis, Naya segera menghapus air matanya dengan cardigan bagian tangan. Matanya menatap nisan sang ibu, siap untuk berbicara kembali.
Sebelum ke sini Naya memang membawa kerudung, cardigan, serta celana panjang untuk men-double seragamnya.
"Tapi Naya mau ngasih tau secara langsung. Kalau, Mamah Hana, baik. Papah Wira, baik. A' Arhan juga baik, meski kadang Naya suka bingung maunya A' Arhan tuh apa" keluh Naya di akhir kalimatnya.
"Oh iya, A' Arhan pernah bilangnya suka lho Bu sama Naya" Naya tersipu malu mengatakan hal tersebut, bahkan menutup mukanya setelah mengatakan hal tersebut, seolah sedang berbicara langsung dengan ibunya.
"Tapi pas di tanya sama Naya, A' Arhan jawabnya 'nggak'. Mana langsung judes lagi mukanya" sekarang Naya cemberut saat mengatakan hal tersebut.
Apalagi mengingat kejadiannya, Naya kesal setengah mati. Setelah membuatnya senang, Arhan malah menjatuhkannya dengan jawaban lelaki itu.
"Sekarang juga nggak pulang bareng. A' Arhan malah main sama temen-temennya, ada Niska juga, ih, kesel Naya, tapi nggak juga sih, katanya mereka mau ngerayain pembagian raport"
Tepat hari ini, SMA SANTARA pembagian raport, setelah ulangan di lakukan 2 minggu yang lalu. Sistem pembagian raport di semester ganjil, tidak melibatkan orangtua siswa, hingga raport tersebut di ambil oleh masing-masing siswa.
Setelah pembagian raport, niat awalnya Naya akan mengajak Arhan untuk berkunjung ke makam sang ibu. Namun Arhan lebih dulu memberitahunya tidak bisa pulang bersama, karena itu--sekarang Naya berada di pemakaman seorang diri.
"Makam Ibu bersih, ya. Papah Wira pasti bayar mahal" gumam Naya menatap sekitar makam ibunya yang bersih dan terawat, padahal Naya baru sekarang mengunjungi makam ibunya setelah pemakaman berlangsung beberapa bulan yang lalu.
Ibunya yang dikebumikan di Jakarta, membuat Naya merasa masih dekat dengan sang ibu.
"Naya pamit, ya, Bu. Udah sore ini. Kapan-kapan lagi, insyaAllah Naya ke sini laginya sama A' Arhan, menantu ibu, hehe"
"Oh, iya. Rencananya Naya sama A' Arhan mau ke kampung, Bu. Mau ke makam Ayah" Naya tersenyum senang mengingat dirinya serta Arhan akan ke kampung halaman.
Setelah berpamitan pada makam sang ibu, Naya beranjak. Saat berjalan melewati beberapa makam yang terlihat terawat namun sepi, ada seseorang menepuk bahu Naya, membuat Naya tersentak kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARHANAYA || SUDAH TERBIT ||
Teen FictionCERITA SUDAH TIDAK LENGKAP. UNTUK PEMESANAN NOVEL ARHANAYA BISA LANGSUNG DI SHOPEE swpbookstore_ ATAU LINKNYA CEK DI BIO INSTAGRAM @sunwater_publisher --- Kisah tentang Arhan dan Naya. Arhan Putra Wira, anak tunggal dari keluarga Wira yang memiliki...