Sepanjang perjalanan tidak ada yang mereka bicara, keduanya fokus masing-masing. Jika Naya fokus pada pikirannya dan Arhan fokus pada jalanan. Namun Naya tersentak ketika motor yang di tumpanginya berhenti.
"Kenapa?" tanya Naya pada Arhan yang kini tengah mengeluarkan ponselnya dari saku jaket.
Tidak ada jawaban dari Arhan. Naya diam, menunggu Arhan selesai dengan ponselnya. Sepertinya ada yang meneleponnya.
Karena duduk di belakang Arhan, Naya bisa mendengar cowok itu membalasnya.
"..."
"Pulang" sepertinya si penelpon menanyakan keberadaan Arhan.
"..."
"Gak" kalau ini, Naya kurang tahu, apa yang di tanyakan si penelpon. Sebenarnya Naya tidak berniat menguping, hanya saja terdengar. Jadi serba salah deh.
"..."
"Naya"
"Apa?" Naya kira Arhan memanggil dirinya. Namun nyatanya bukan, Arhan masih berbicara dengan si penelpon. Sepertinya si penelpon menanyakan, dengan siapa Arhan sekarang.
Naya kembali diam. Naya jadi malu, karena sudah ge-er.
"Hm" setelah itu, Arhan kembali menyimpan ponselnya di sakut jaket yang di kenakan.
"Turun" ujar Arhan yang tidak di mengerti oleh Naya.
"Tuan, bicara sama Naya?" Naya memastikan terlebih dahulu, takut kembali ge-er.
"Iya. Turun" sekarang Naya yakin, jika Arhan berbicara padanya, lalu menyuruhnya untuk turun.
Naya turun dari motor Arhan. Lalu menatap Arhan yang sudah menyalakan kembali motornya.
"Pulang sendiri" setelah itu, motor Arhan melaju, meninggalkan Naya yang terbengong di tempat.
Naya menghela nafas, lalu mengedarkan pandangannya. Banyak pedagang kaki lima yang berjejeran di pinggir jalan, mengingatkan waktu sudah sangat sore. Naya tidak tahu, dimana dirinya berada. Jalan ini terlalu asing baginya. Naya memutuskan untuk menyeberang, karena di sana banyak pedagang kaki lima.
"Neng, lagi marahan ya sama pacarnya? Sampe tega nurutin di jalan gini" saat Naya akan menyeberang, ternyata ada seorang pria yang berdiri di sampingnya.
"Gak marahan kok, Pak. Kalau gitu Naya duluan ya" Naya segera menyeberang ketika kendaraan yang berlalu-lalang sedang renggang.
Hari semakin malam. Naya masih jalan, menyelusuri jalanan. Tadi saat Naya bertanya, katanya jam segini susah mencari angkot. Karena jam segini waktunya beristirahat, akan ada nanti setelah adzan magrib.
Saat adzan magrib berkumandang, Naya segera mencari masjid terdekat. Naya ingat pesan almarhum Ayahnya yang sering mengatakan, jangan sampai lupa solat dalam keadaan apapun dan dimanapun.
Naya melihat mushola yang tidak terlalu besar dan kecil. Namun terlihat mewah dan nyaman untuk bersujud didalamnya. Banyak orang-orang yang masuk kedalam mushola seraya membawa alat solat masing-masing. Naya juga membawa mukenanya di dalam tas.
...
Selesai melaksanakan kewajibannya. Naya kembali menyelusuri jalanan, kali ini Naya mendapatkan angkot yang searah dengan jalan rumah majikannya.
"Huh! Alhamdulillah, sampe juga" ucap Naya saat sudah turun dan membayar tarif angkot. Karena malam dan penumpang sedikit, membuat Naya membayar tarif lebih dari biasanya.
Sesampai di gerbang rumah. Naya di sambut oleh Ibu Asih dan Mang Udin, yang wajahnya kentara sekali orang tengah cemas. Ibu Asih dan Mang Udin memang sengaja menunggu kepulangan Naya, sampai-sampai mereka menunggu di depan gerbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARHANAYA || SUDAH TERBIT ||
Teen FictionCERITA SUDAH TIDAK LENGKAP. UNTUK PEMESANAN NOVEL ARHANAYA BISA LANGSUNG DI SHOPEE swpbookstore_ ATAU LINKNYA CEK DI BIO INSTAGRAM @sunwater_publisher --- Kisah tentang Arhan dan Naya. Arhan Putra Wira, anak tunggal dari keluarga Wira yang memiliki...