38. Arhan ingkar

47.4K 5.8K 730
                                    

"Saya tidak menyalahkan Nyonya atas kecelakaan ini. Saya ikhlas. Saya cuman mau minta tolong, tolong jaga Naya"

Setelah membaca surat yang di tulis Asih, Hana tetap aja merasa bersalah atas kepergian Asih.

"Menurut Mas, apa aku bisa jaga Naya? Apa perlu kita angkat Naya menjadi anak?" tanya Hana pada suaminya yang berbaring di sampingnya.

Saat Asih dinyatakan meninggal dunia, Hana tidak ingin dirawat inap, ia memilih untuk pulang agar bisa ikut mengurus proses pemakaman Asih--meski suaminya sudah melarangnya. Bukan tanpa alasan Wira melarang, itu karena Wira tahu jika kondisi istrinya belum stabil. Tapi apa dayanya jika sang istri keukeuh menolak.

"Mas--"

"Mah, Pah" suara lain menginstruksi mereka dari luar kamar.

"Ada apa, Ar?" tanya Wira beranjak untuk membukakan pintu, karena Hana kini sibuk menghapus air matanya.

Arhan berjalan menuju ranjang orangtuanya--menghampiri Hana, diikuti Wira dari belakang. Lelaki itu masih menggunakan koko yang dipakai saat pemakaman Asih.

"Apa pesan Bi Asih?" tanya Arhan karena tanpa sengaja mendengar tentang Asih yang sempat menuliskan surat untuk orangtuanya. Namun pertanyaan Arhan membuat kedua orangtuanya mengerit bingung, tidak biasanya Arhan ingin tahu dengan urusan oranglain.

"Bi Asih menitipkan Naya, kami harus menjaga Naya. Kamu taukan kalau Naya sekarang gak punya siapa-siapa?" Hana menjawabnya dengan suara serak, karena terlalu lama menangis.

"Apa keputusan Mamah?" ini yang sedari tadi tengah Wira dan Hana pikiran.

"Mungkin Mamah, akan angkat Naya jadi--"

"Menantu" sela Arhan serius membuat kedua orangtuanya terpekik karena terkejut.

"Apa maksudmu, Ar?" tanya Wira tegas yang berdiri disamping anak tunggalnya.

"Arhan akan menikahi Naya, untuk menjaganya" jelas Arhan memperjelas maksudnya.

"Kamu yakin, Nak? Kalian masih kecil" ujar Hana khawatir, tentu saja khawatir. Ibu mana yang tidak akan khawatir jika anaknya menikah diusia remaja?

Bahkan masih sekolah.

"Arhan gak akan bicara kalau gak yakin"

"Aa!" panggil Naya keras karena merasa sesak dengan pelukkan yang tidak kunjung lepas.

"Berisik!" ketus Arhan mendorong tubuh Naya agar membuat jarak diantara mereka. Karena suara Naya cukup mengganggu pendengarannya.

"Jadi Aa yang mau nikahin Naya? Bukan karena pesan--"

"Kata siapa?" Arhan malah balik bertanya, membuat Naya mendengus.

"Barusan" Naya menatap malas Arhan. Suaminya itu selalu bersikap aneh seperti tadi contohnya, namun enggan memberi klarifikasi supaya semuanya jelas.

Arhan tersenyum melihat tingkah Naya, biarkan semuanya tersimpan rapi didalam memorinya, pikir Arhan.

Arhan rasa, Naya tidak perlu tau hal tersebut. Karena yang perlu Naya ketahui, dirinya mencintai pernikahan mereka.

"Lo halu kali" ejek Arhan seraya tersenyum miring.

"Ish. Nggk jelas jadi orang. Tadi aja pake cium-cium, peluk-peluk, sayang-sayang, sekarang kambuh lagi" gerutu Naya seraya berjalan ke kamar mandi tanpa tahu jika Arhan tertawa geli dibelakangnya.

ARHANAYA || SUDAH TERBIT ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang