Ryan akhirnya pamit pulang karena sudah sore. Sedangkan orang tua Cia tetap menjaga Cia.
"Om, Tante. Ryan pamit, ya sudah sore juga takut dicariin Ibu," pamit Ryan pada orang tua Cia sambil mencium punggung tangan mereka.
"Iya, Ryan. Kamu pulang naik apa?" tanya Ronald.
"Naik motor, Om."
"Ya sudah, hati-bati di jalan, ya," pesan Ronald.
"Terima kasih sudah menolong Cia," timpal Risma.
"Baik, Tante. Cia, aku pulang, ya. Besok aku ke sini lagi," pamit Ryan pada Cia.
"Iya, makasi banyak, Sayang."
"Iya." Kalau begitu saya pamit, ya." Ryan pergi dan keluar dari kamar Cia.
"Maaf sebelumnya, Om, Tante. Saran aku lebih baik pulang dulu, soalnya kasihan Om dan Tante kecapean. Biar Vania yang menjaga Cia." Vania tersenyum lebar.
Ronald merangkul isterinya dan mereka hanya tersenyum. Sinar bagaskara yang terbenam mulai memasuki sela-sela jendela kamar Cia. Nabatastala yang mulai gelap membuat orang tua Cia menuruti perkataan Vania.
" Baiklah kalau begitu Om dan Tante pulang dulu, ya," ujar Risma pada Vania.
"Iya, hati-hati, Om, Tante."
"Iya, kalau ada apa-apa telepon Tante saja, ya Nak," ujar Risma pada Vania.
"Nak, Papa dan Mama pulang dulu, ya." Ronald mencium kening Cia dengan lembut.
"Iya, hati-hati, Ma, Pa."
Orang tua Cia hanya tersenyum dan berlalu meninggalkan Cia dan Vania di dalam kamar.
"Gila Cia! Lo tahu gak? Si Ryan khawatir banget sama lo!" seru Vania bercerita dengan hebohnya.
"Masa sih?" tanya Cia tidak percaya.
"Lo gak percaya? Gue dan Rina saksinya," sahut Vania dengan bangganya.
"Rina? Kenapa dia bisa baik gitu, ya?" Cia menatap langit-langit dan curiga terhadap Rina.
"Heh! Gak boleh seudzon. Dia sudah membantu lo juga," decak Vania pada Cia yang menjadi parno terhadap Rina.
"Emang iya?"
"Iya, dia 'kan memang anak polos di geng mereka. Jadi, Rina sudah muak dengan Rachel. Gapapa, 'kan kita berteman dengan Rina?" tanya Cia sambil memakan buah yang dibeli orang tua Cia.
"Gapapalah. Berteman dengan siapa saja gak boleh pilih-pilih."
"Nah, good !"
"Good sih good. Tapi buah-buahan punya gue gak usah dihabisin juga Munaroh!" cibir Cia pada Vania.
"Hehe, maap, ya namanya juga laper." Vania terus memakan buah apel dengan rakusnya.
"Yang sakit siapa, yang makan buahnya siapa," gerundel Cia lalu tertawa kecil.
"Iya maap," sesal Vania.
"Makan saja, ya elah gak usah baper. Gue bercanda doang, Van." Cia tertawa bahagia.
Tidak lama kemudian, orang tua Cia datang dan menjaganya. Sedangkan Vania sudah pulang diantar oleh Ronald.
Keesokan harinya, pagi-pagi benar Ryan sudah datang menjenguk Cia serta membawakan buah tangan untuknya. Ryan datang dengan style yang sangat mengagumkan.
Ryan memakai baju kemeja putih dengan jaket jeans berwarna biru, sepatu berwarna putih, dan jam tangan berwarna hitam yang melekat ada pergelangan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RYAN [END]
أدب المراهقينSetelah sampai, Cia didudukkan dikursi lalu diikat dengan tali. Mulutnya ditutup oleh lakban. Ya! Cia disandera oleh Fahri dan Rachel. Ternyata mereka sudah merencanakan ini semua dengan mulus tanpa menimbulkan rasa curiga. Beberapa lama kemudian, C...