Part 25

56 9 0
                                    

Keesokan harinya, Ryan mulai mempersiapkan diri untuk berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta tanpa sepengetahuan Cia.

"Udah siap, Nak?" tanya Santoso pada Ryan.

"Siap, Pa."

Ryan berangkat ke Bandara ditemani orang tuanya. Begitu berat saat Ryan melambaikan tangan dan salam perpisahan kepada kedua orang tuanya.

"Hati-hati, ya, Nak. Jaga diri baik-baik," pesan Yuliana pada Ryan.

"Iya, Ma. Aku pasti akan kembali," ujar Ryan sambil meneteskan air mata.

"Ingat! Kalau kamu sudah kembali, langsung melamar Nak Cia. Kasihan dia pasti sedih saat kamu gak ada di Indonesia," tutur Santoso sambil menepuk bahu Ryan.

"Iya, Ma, Pa. Salam untuk mereka, ya." Ryan pun masuk ke dalam dan berangkat ke London.

Sementara Cia lanjut kuliah di Universitas Padjajaran bersama teman-temannya. Kebetulan Vania, Cia, dan Fahri kuliah di tempat yang sama. Berbeda dengan Rina yang memilih Universitas Negri Jakarta.

"Wahh, kampusnya bagus banget, ya!" puji Cia sambil melihat sekitar.

"Ish! Kamu jangan norak banget!" decak Vania pelan.

Hari pertama kuliah merupakan hari yang indah. Namun, semakin berbeda saat Ryan tidak ada di sisinya. Cia mengikuti Ospek yang diadakan di kampusnya dengan baik.

"Ryan kemana, ya?" gumam Cia pada Vania.

"Dia gak ada kabar beberapa hari kemarin. Emang dia ga ngabarin kamu?" tanya Vania lagi.

"Engga. Tumben banget dia gak chat atau telepon aku," ujar Cia dengan wajah yang murung.

"DOR!" teriak Fahri mengagetkan Cia dan Vania yang sedang duduk di taman.

"Ck! Ngagetin aja sih lu!" pekik Vania dengan kesal.

"Kenapa si?" sahut Fahri dengan wajah penasaran.

"Ryan gak ada kabar, Ri. Kira-kira dia hubungin kamu, gak?" tanya Cia cemas.

"Waduh, dia saja tidak mengabariku. Aneh sekali itu bocah," gerutu Fahri sambil menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal.

"Sayang! Kamu kemana sih?" Buliran bening jatuh dari manik Cia dengan derasnya.

"Hiks! Hiks!" isak Cia dengan menunduk.

"Cia, jangan nangis. Ryan pasti kembali, kok," ujar Vania menenangkan Cia.

"Iya, Ryan 'kan setia sama lo. Gak mungkin dia mengkhianati lo," timpal Fahri dengan santai.

"Lagipula orang tua lo sama orang tua Ryan 'kan deket." Vania mengelus pundak Cia membuat Cia tersentak dan berpikir sejenak.

Cia akhirnya langsung pergi meninggalkan Vania dan Fahri yang berada di taman. Pelajaran kuliah sudah selesai, Cia langsung menuju ke rumah Ryan untuk menanyakan kepada kedua orang tuanya.

"Permisi! Om Santoso, Tante Yuliana!" panggil Cia dari pagar rumah Ryan.

"Eh, ada Nak Cia. Mari masuk," sambut Yuliana membuka pagar.

"Tante, aku mau nanya," ujar Cia kemudian duduk di ruang tamu.

"Tanya apa, Nak?" tanya Yuliana sambil tersenyum.

"Ryan kemana, ya Tante? Kok dia engga ngabarin aku? Apa dia mau menghindar dari aku?" tanya Cia dengan bertubi-tubi.

"Sebentar, ya. Bibi!" panggil Yuliana.

"Iya, Nyonya," sahut Bibi yang datang dari arah dapur.

"Tolong buatkan minuman untuk Cia, ya, Bi," ujar Yuliana pada Bibi.

RYAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang