Chapter 18.

79 40 1
                                    

-HAPPY READING-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-HAPPY READING-

-•••-

Waktu terus berlalu.

Sampai matahari lelah karena terus-terusan menemani orang-orang bersama rutinitas monoton yang tiada akhirnya demi mengejar hal besar di kemudian hari.

Senja datang, membawa letih yang ingin segera di segarkan kembali.

Seperti matahari, siswa-siswi yang baru saja menyelesaikan waktu belajar mereka di sore hari ini pun bergegas pulang, rindu dengan kasur dan segarnya air mandi.

Allea menghembuskan nafasnya, lelah karena terus-terusan memutar otak agar cepat beradaptasi dengan sekolah barunya. Kebingungan Allea memang kelewat kentara, namun sama sekali tidak ada yang berniat membantu Allea, pun begitu juga dengan Alana. Maka dari itu, lelah terus berdatangan di jam yang sama hanya untuk memperingatkan Allea untuk lebih giat belajar demi mempertahankan nilai yang sama seperti di Belanda.

Alana sudah pulang beberapa menit yang lalu, sama seperti kemarin... dia pulang tanpa Allea di boncengan motornya, dengan alasan yang sama pula. Mutung.

"Pak Oji kenapa lama banget, ya." Allea terus menggumamkan kalimat yang sama karena menunggu jemputannya yang tak kunjung datang, walaupun sudah ditunggu sejak 10 menit yang lalu.

"Atau macet?" Allea masih bermonolog untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa Pak Oji pasti datang sebentar lagi.

Sekolah memang belum sepi, masih banyak siswa-siswi yang belum pulang. Entah karena menunggu jemputan, mencari tebengan, atau menunggu teman yang sedang piket kelas. Yang pasti, kaki Allea sudah pegal, ingin duduk nyaman, ingin bersender di tempat yang nyaman, dan merasakan segarnya AC.

"Pulang naik apa?" Mobil hitam mengkilat berhenti tepat di depan Allea dengan kaca mobil yang diturunkan. Menampilkan Kenzo yang sedang tersenyum ramah kepada Allea.

Membalas senyumannya, Allea menjawab. "Dijemput, tapi belum dateng."

Bisa Allea lihat, Kenzo nampak manggut-manggut ditempatnya. Ia turun dari mobil kemudian berjalan menuju Allea. "Gue temenin ya, sampe dijemput." Ucapnya menawarkan diri.

"Hah? Gausah, duluan aja gapapa. Udah sore ini lho."

"Santai aja kali. Gapapa kok gue temenin aja, daripada sendirian, biar kesannya gak kayak anak ilang."

Mendengar Kenzo yang ucapannya terkesan terlalu blak-blak'an itu membuat Allea cengengesan tak jelas. Bagaimana bisa terlihat seperti anak ilang? Orang masih banyak kok yang menunggu jemputan, toh ini juga masih di sekitar area sekolah kok. Allea hanya menjawab dengan anggukan dan cengengesan garingnya. Biarlah Kenzo melakukan apa yang ia mau. Berkali-kali Allea mengecek jam tangan yang melingkar di pergelangan kirinya, siapa tau sudah satu jam Allea berdiri. Kakinya pun sudah ikut tidak sabar sampai menghentak-hentakkan kecil di aspal.

Tentang yang Melepas, Dilepas, dan Ikhlas. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang