Chapter 8.

129 64 12
                                    

-HAPPY READING-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-HAPPY READING-

-•••-

"Allea ga di rumah?" Pertanyaan ketiga dilontarkan oleh Alana setelah mengelilingi seluruh rumah Allea yang sepi. Masih bisa diterima kalau di pertanyaannya ditambahkan kata "beneran?" Dan akan menjadi "Allea beneran ga di rumah?". Pertanyaan Alana pun berhasil membuat para ART di rumah Allea menghembuskan nafasnya untuk kesekian kalinya. Mengingat kejadian beberapa menit yang lalu dimana Alana datang ke rumah Allea tanpa sopan santun main nyelonong aja, masuk ke kamar Allea dan meneriaki nama Allea tak jelas. Sampai akhirnya ia bertanya kepada ART dan mendapat jawaban "Non Allea sedang pergi keluar."

Tapi, seperti merasa tidak puas dengan jawaban yang didapat, Alana tetap mengitari rumah Allea sebanyak yang ia mau sampai menemukan Allea. Dan selama itu pula, Alana melontarkan pertanyaan yang sama sebanyak tiga kali dan tetap mendapatkan jawaban yang sama. Mungkin sudah lelah, akhirnya Alana menghembuskan nafasnya gusar. Tubuhnya berjalan gontai menuju kamar Allea. Tidak sopan memang, tapi Alana tahu, sang empunya rumah mengizinkan hal ini kalau mengetahui.

Ada satu yang mengganjal di pikiran dan hatinya, apapun yang mengganjal pasti tidak nyaman, maka dari itu Alana ingin membuang keganjalan tersebut dan kembali merasa tenang.
Sahabatnya yang satu ini sangat disayanginya, sangat dicintai Alana, sangat dikasihi Alana. Pokoknya Allea akan tetap menjadi sahabat dan adik Alana, mau bagaimanapun juga.
Allea yang sudah berhasil mengajarkan Alana bagaimana kita menyayangi seseorang dengan tulus, sampai timbul rasa ingin melindungi dan menjaga. Sungguh Alana ingin mempunyai adik seperti Allea. Entahlah... bersahabat 15 tahun lebih dari cukup untuk menumbuhkan rasa sayang diantara keduanya.

Masih betah di kamar Allea yang nyaman. Hanya ada dirinya disana. Kamarnya dibiarkan gelap hanya mendapat cahaya dari bulan, dan beberapa lampu tetangga yang ikut memancarkan kamar Allea. Alana yang sedang duduk di balkon itupun menghela nafas gusar, ditangannya terdapat selembar kertas yang kemarin baru ia temukan dibawa meja belajar Allea. Hal itu terus mengganjal pikiran Alana sampai saat ini, mengingat bagaimana terpukulnya Allea ketika Andre pergi dari hidupnya tanpa kabar, membuat Alana ikut sedih.

Pagi sampai bertemu pagi lagi, Alana selalu berusaha menghibur Allea untuk kembali ceria. Tapi nihil, saat itu Allea masih heran dan sangat membutuhkan penjelasan dari Andre. Apa salah Allea, dan kenapa Andre pergi?. Sampai akhirnya Leona dan Angga yang turun tangan untuk menghibur Allea sambil menasehatinya. Dan tak ada yang menduga, membuat Allea kembali ceria sangat sederhana, apa? Hanya membawa Allea ke perpustakaan kota saja. Allea kembali aktif bersama buku-bukunya, bukankah sudah dikatakan, buku-bukunya lah sahabat keduanya. Mereka memang tidak bisa mengerti, tapi mereka menghilangkan pikiran berat untuk sejenak.

Dua tahun memang bukan waktu yang lama, namun bukan waktu yang singkat juga bagi Allea dan Alana. Keduanya sama-sama diuntungkan dan dirugikan disini. Menahan rindu dan khawatir, namun untungnya Allea dapat melupakan masalalunya yang sakit. Kehilangan Andre memang bukan apa-apanya kalau dipikir oleh orang lain, tapi tidak untuk Allea. Allea termasuk orang yang kalau sudah sayang tidak mau kehilangan. Tapi Allea selalu memaksakan dirinya untuk tidak menjadi dirinya sendiri yang egois, Allea masih ingat tentang keikhlasan. Kalau sudah kehilangan ya ikhlas, kalau jodoh pasti tidak akan kemana. Mungkin itu yang menyebabkan Allea sadar dan melupakan itu masalalunya.

Tentang yang Melepas, Dilepas, dan Ikhlas. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang