Gusna's POV
Aku kira jika aku gagal dalam suatu hal, aku akan jadi juara dalam hal lainnya. Tetapi buktinya Gusna begitu menyedihkan, maksudku manusia sampah sepertiku adalah tukang gagal dalam semua hal. Aku kalah telak dalam turnamen basket, harapanku untuk membuat timku bahagia sebelum aku hengkang dari ekskul basket pupus sudah. Aku tidak henti memaki diriku sendiri.
Aku benar-benar telah membenci semuanya, tidak tahu lagi apa yang akan aku lakukan setelah ini. Depresi telah memakan jiwaku, dan selain menjadi Gusna si tukang gagal, aku adalah Gusna si tukang muntah. Berharap memuntahkan seluruh luka dalam hidupku, namun nyatanya aku hanya memuntahkan isi perut yang malah membuatku jauh lebih sakit. Menjijikan, hampir mustahil ada tempat bahagia untukku di alam semesta.
Aku tidak sanggup melihat wajah kecewa dari temanku, riuh sorak penonton seakan seperti hinaan. Terutama coach, dia terlihat seperti orang yang paling tegar di sini, padahal aku yakin tidak seperti itu. Sedikit atau pun banyak, dalam hatinya ada kekecewaan yang mendalam.
Coach menyuruh kami untuk berkumpul evaluasi atas pertandingan barusan. Tidak, aku terlalu muak. Aku harus segera mengguyur tubuhku di kamar mandi, jika tidak tubuhku akan koyak.
Seseorang menahan lenganku, tepat ketika kakiku menginjak tengah lapangan basket "mau ke mana Gus?" ucap Kantia, dan aku tidak sanggup lagi menatap matanya.
Aku menepisnya "pulang. Tolong jangan halangi" sesuai perintah, Kantia tidak lagi menahanku.
"Gus setidaknya kamu hargai coach!" Kantia setengah berteriak di tengah keriuhan. Aku menggeleng "setelah ini, aku berhenti di Basket. Basket enggak lagi menyenangkan, sekarang udah berubah jadi neraka" aku pergi begitu saja tanpa berbalik lagi.
.................................
"telinga manusia tidak beristirahat sekalipun kita tidur. Aku pernah baca bahwa telinga manusia bisa beristirahat jika menyelam di dalam air" ucap Kantia beberapa waktu lalu.
Aku lakukan itu hari ini, aku menenggelamkan tubuhku di dalam bak mandi. Tak terkecuali seluruh indraku, dari dalam sini aku tidak bisa mendengar apa-apa selain isi hatiku. Menenangkan, cukup membuatku jauh lebih baik. Ditambah aku bisa menyaksikan lampu kamar mandi yang remang dari dalam air, cahayanya bergerak seperti tertiup ombak.
Aku lalu beranjak, mendudukkan tubuhku, dan menghirup udara yang terasa sudah kosoh di paru-paruku. Untuk beberapa saat kutatap kedua lenganku secara bergantian, kemudian aku gunakan untuk memeluk kedua lututku. Aku merasa kesepian. Aku sendiri, dan sedih.
Kepalaku mendongkak, pikiranku teringat pada Tuhan. aku tidak pernah sendiri karena Tuhan selalu bersamaku. Namun seketika aku tundukkan lagi kepalaku, aku terlalu malu kepada Tuhan. Aku hanya mengingat-Nya saja ketika diriku bernar-benar tersingkirkan dan rapuh.
"ah Tuhan, sebaiknya kamu ambil saja nyawaku" tidak ada balasan apapun, hanya suara gemericik air yang menggema di telingaku.
"atau mungkin perjalanan ini masih sedikit lebih panjang" aku menghela napas, kemudian beranjak melapas jersey basket yang masih terpakai di tubuhku.
Ku tuangkan sabun cair ke telapak tanganku. Sekarang, secara resmi aku benar-benar mandi. Namun dengan situasi yang sedikit baru, air mata yang beberapa waktu tercekat, sekarang berderai lagi.
............................................................
Beberapa hari setelah turnamen basket
"kenapa mau keluar dari basket Gus? Apa karena tragedi turneman kemarin?" coach Ana terlihat kebingungan dengan keputusanku yang tiba-tiba, aku tidak berani menatap kedua matanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/116341725-288-k609293.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Time [GirlxGirl] (Editing)
Romance#1 in realstory ( 10 September 2019) #1 in musik ( 17 September 2019) Waktu menyimpan segalanya, termasuk kehidupan yang akan kita lalui kelak. Tapi bagaimana jika waktu mempertemukan dengan hal yang belum pernah kita pikirkan sebelumnya, Apakah kit...