Tiga Puluh Satu

838 52 4
                                    

Gusna's POV

Alunan musik saxophone membalut malam ini menjadi jauh lebih bermakna, lampu temaram yang tersebar luas di tiap langit-langit seakan menambah kehangatan yang memeluk jiwaku. Tatapan penuh cinta dan senyumannya yang mempesona, jelas membuat tubuh ini telah hanyut menuju dunia indah di bawah samudra.

Malam ini masih hari ulang tahunku, dan mungkin beberapa jam lagi hari sakral ini akan berganti, tenggelam, dan berubah menjadi langkah selanjutnya. Kugenggam jemarinya erat, dadaku sesak dengan banyak harap, semoga di penutup hari, esok, esoknya lagi, dan seterusnya, Kantia akan ada dan bukan hanya sekedar ada. Namun terus mengisi hatiku dengan cinta, dan menopang tubuhku dengan pelukan hangatnya.

"Gus, happy birthday. Aku cuma bisa memberi hal sederhana ini sama kamu"

Aku mengangguk, senyumku melebar, dan aku yakin mataku berbinar mengalahkan bintang yang paling bercahaya di alam semesta. Entah, harus dengan kata apa lagi aku mengemukakan rasa bahagia ini. Dicintai, dipercaya, dilindungi, dimengerti, dihargai, didengarkan, dan semua kegiatan yang terasa begitu manusiawi. Menjadikanku setiap hari dilanda badai dan angin angin surgawi, aku bahagia, dan sangat mabuk hingga kehilangan akal sehat.

Jika bisa dan jika tidak mustahil, kadang aku ingin hidup menjadi manusia penghisap darah. Orang-orang sering menyebutnya ' vampire'. Aku ingin menggigit Kantia dan membawanya pergi ke dalam hutan yang jauh dari keramaian, agar bisa hidup dengan tenang, damai, dan abadi. Hahaha, konyol sekali.

Ia mengeluarkan dua buah bungkusan, lalu menyimpannya di atas meja "kamu suka café ini?"

Aku mengangguk "wherever there, selagi ada kamu aku akan sangat suka. Ada gak sih kalimat yang bisa mendeskripsikan kata yang jauh lebih dalam dibandingkan 'sangat suka'?"

Kantia hanya terkekeh dengan sederet gigi rapi yang senantiasa aku absen ketika melumat bibirnya "aku cuma bisa kasih ini untuk hadiah ulang tahun" katanya, ia mengeluarkan sebuah kue ulang tahun dan sebuah hoodie berwarna hijau army.

Mataku terbelalak "ah ini berlebihan buat aku" sejujurnya aku sangat bahagia.

Kantia tiba-tiba saja merengut "jadi kamu gak suka?"

Aku mengeleng "no..no..no.. bukan itu maksud aku" aku menggenggam tangannya "aku cuma baru merasakan hal sespesial ini di hari ulang tahun aku, sebelumnya aku belum pernah melewati ini. Makasih ya sayang" aku merasa mataku mulai berkaca-kaca, tetapi aku memaksa kelopak mataku untuk menelannya. Dan itu berhasil.

Kantia tersenyum manis, senyuman yang sangat indah, dan mungkin senyuman yang tidak akan pernah aku lupakan walau diriku sedang gemetar ketika ditanyai malaikat di alam kubur.

Ia mulai memasangkan batangan-batangan lilin di atas permukaan kue yang bertuliskan "Happy Brithday Gusna D.S" dengan tanda hati di ujungnya. Aku mencoba membantu, namun ia menepis tanganku "biar aku aja, kamu buruk dalam hal menata"

Aku menghela napas, namun selanjutnya dia mengizinkanku untuk menyalakan pematik dan membakar sumbu lili. Lilin sudah terbakar, "pejamkan mata kamu, lalu berdoa" aku menggangguk lalu menuruti apa yang ia perintahkan.

Kantia's POV

Aku memperhatikan wajahnya, matanya terpejam, tangannya menengadah, ia tengah meminta kepada sang pencipta di hari berharganya. Cukup lama, mungkin memakan waktu tiga menit menunggu sampai ia mengusap jemarinya ke jawah. Ia terlihat berharap semua doanya menyerap dalam setiap inci tubuhnya.

HUFT!

Semua lilin telah padam, lalu aku bertepuk tangan memberikan selamat. Senyumnya mengambang lagi, matanya seharian ini tidak henti berbinar. "sekarang cobain jaketnya!" Gusna mengambil 'hoodie' yang aku belikan untuknya sebagai hadiah ulang tahun.

The Time [GirlxGirl] (Editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang