Dua Puluh Tiga

1.8K 110 5
                                    


"Mengapa kamu tidak menangis? Padahal yang kamu jalani begitu menyedihkan" tanya seorang wanita dewasa sambil bercucuran air mata.

Kantia's POV

Siang ini kami hanya berbincang, menggunakan waktu dengan sebaik mungkin. Berbaring bersama, saling tatap, dan bercerita banyak hal. Gusna terlihat begitu bahagia, dari tadi dia tidak berhenti bercerita sambil memamerkan senyuman. Sedangkan aku, selalu berusaha menjadi pendengar terbaiknya.

Tidak pernah terpikir dalam benakku akan di pertemukan dengan makhluk yang bisa membuatku mabuk walau sekedar menggenggam tangannya. Begitu diistimewakan dan begitu dicintai oleh si pemilik sepasang mata coklat yang indah, mata yang seringkali membuatku tak mampu untuk menatapnya terlalu lama. Rasanya silau, lebih silau dari cahaya matahari.

Terkadang tingkahnya membuatku kesal, contohnya sekarang. Dia berbicara sambil mengunyah biskuit yang remahannya bertaburan di atas kasurku. Sempat aku menegurnya, wajahnya seketika merengut disertai kata 'maaf' yang terucap dari bibirnya. Setelah itu ia beranjak dan menyapu kasurku dengan tangannya. Ah lucu sekali dia.

Gusna kembali berbaring lagi di sampingku, segara kulingkarkan tangaku di tubuhnya dan menenggelamkan kepalaku ke dalam dadanya. Kuhirup aroma tubuhnya, aroma wangi yang hanya dimiliki oleh Gusna.

Gusna tidak suka menggunakan parfum, dia bilang sangat sulit mencari parfum yang sesuai dengan keinginan hidungnya. Jika Gusna mencium parfum yang tidak cocok dengan hidungnya, dia akan bersin-bersin atau bahkan sakit kepala. Tetapi walau tanpa parfum, entahlah dia tetap punya wangi tersendiri yang aku sukai.

Lalu aku sedikit beralih, aku ingin mendengar detak jantungnya. Ah aku dapat mendengarnya, detakkannya sangat tenang membuat semakin ingin berlama-lama dalam pelukannya. Disusul dengan suara lembut dari deru napasnya, dan perlu kalian tahu Gusna bernapas dua kali lebih cepat dari makhuk nomal seperti aku. Saat aku tanya alasannya, dia bilang metabolismenya lebih cepat dari pada orang lain. Aneh memang.

"Maksudnya gimana Gus?"

"Aku butuh energi lebih dari orang biasanya, karena aku lebih aktif. Kalau orang lain hanya sekedar berpikir, aku akan berpikir lebih ekstra sampai ke akar-akarnya. Aku orang yang gak bisa cuma diem, di rumah juga aku terus jalan-jalan dengan otak yang terus berpikir. Kalaupun duduk harus ada sesuatu yang bisa aku kerjakan, entah itu baca, main ponsel, main gitar, atau hal lain"

"kamu aneh sekaligus, unik" komentarku.

"Kamu juga tau kan, porsi makan aku banyak. Bahkan temen sekelas aku pernah biang bahwa aku makan kayak kuli. Tapi anehnya badan aku tetep kurus, ya karena aku butuh energi lebih banyak. Aku tiap pagi wajib sarapan, dan pas istirahat aku harus wajib makan makanan berat. Kalau gak gitu, aku gak bisa berpikir" jelasnya lagi.

Entah, aku hanya bisa terkekeh mendengar ceritanya sambil dalam hati terus menyebutnya sebagai makhluk aneh.

Aku beranjak, sedikit melonggarkan pelukanku. Kurasakan tangan hangat Gusna mulai menggenggam jemariku, menautkan setiap jarinya dengan erat namun begitu lembut. Setelah itu Gusna mengecup keningku singkat. Ah perlakuannya ini berhasil membuatku benar-benar mabuk.

"aku sayang kamu" katanya berbisik di telingaku.

"aku juga, sayang" kataku membalasnya.

Gusna menatapku, dengan sepasang mata coklat besinar. Dan aku selalu tidak sanggup untuk menatap balik apalagi dengan jarak yang hanya terpaut beberapa centi ini.

"aku boleh jadi pacar kamu, Tia?" dia bertanya.

Aku hanya bisa terdiam, dan merasa bahwa kesadaranku mulai menurun. Uh endorfin dalam otakku terlalu banyak tumpah, dan entah sejak kapan Gusna mulai memanggilku dengan panggilan "Tia" aku rasa baru sekarang. Jujur saja aku menyukainya, seperti tidak ada lagi jarak antara kami.

The Time [GirlxGirl] (Editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang