Dua Puluh Satu

2K 100 3
                                    

Gusna's POV

"Dimana ini?" tanyaku dalam hati sambil berputar-putar melihat ke segala penjuru arah.

Entah kenapa, tiba-tiba aku berada di sebuah padang rumput yang begitu luas. Indah bahkan langitnya berwarna biru cerah. Namun otakku masih diliputi oleh sekumpulan rasa bingung yang dihujami banyak tanda tanya. Tentang "di manakah sekarang aku berada?" atau "tempat apakah ini?".

Aku berjalan ke sana kemari, mencari-cari sesuatu yang tidak pasti. Aku masih berharap dapat mendapatkan sebuah jawaban, atau mungkin seseorang yang bisa memberikan sebuah penjelasan.

Sampai suatu ketika aku menemukan seorang perempuan berlari ke arahku, mataku menyipit mencoba melihat dengan jelas siapakah dia. Samar-samar kulihat dia semakin mendekat, walau wajahnya masih saja belum jelas karena tertutup silau cahaya matahari.

"Gusna tunggu aku!"teriaknya sambil tersenyum dan berlari ke arahku.

Senyuman terukir dengan lebar di wajaku saat aku mengetahui siapa orang yang datang menghampiriku. Aku sangat bahagia bisa bertemu dengannya, bahkan rasa bahagianya tidak dapat aku jelaskan oleh kata-kata. Pada intinya aku sangat bahagia.

"Kejar aja kalau bisa" ledek ku padanya sambil mulai berlari.

Kami pun berlarian, saling mengejar satu sama lain sambil tertawa di atas hamparan padang rumput yang luar biasa indah. Hari ini rasanya begitu sempurna, terlalu sempurna hingga aku terlampau bahagia dan melupakan banyak hal.

Sampai suatu ketika, saat aku tengah berlari ada sebuah benda yang tiba-tiba menusukku di punggungku. Rasanya sakit sekali sampai aku terjatuh dan terbatuk-batuk di atas hamparan rerumputan. Kebahagianku langsung sirna begitu saja, berubah menjadi rasa sakit di bagian jantungku yang seseorang tusukkan dari belakang.

Aku menoleh dan mendapati perempuan itu yang melakukannya, terlihat jelas karena kini ia tengah memegang kayu runcing di tangannya. Tetapi yang membuatku merasa aneh adalah ekspresi wajah iba dan bersalah ketika ia melakukan hal itu kepadaku. Aku sedih sekali, mengapa bisa orang yang tertawa dan bahagia denganku malah menancapkan sesuatu di pungungku. Sakit sekali.

"Uhukk-Uhukk. Sakit" kataku terduduk lemas menahan sakit di punggungku.

"M-maaf Gus, aku gak sengaja. Maafin aku, a-aku beneran enggak sengaja" ia langsung meraih tubuhku dan memeluknya.

Aku kembali dilanda kebingungan, tingkahnya seakan memperlihatkan bahwa ia tidak sengaja melakukan semua itu kepadaku. Padahal sudah terbukti dengan jelas sekali kalau ia memanglah memegang kayu runcing itu di tangannya.

"iya gak apa-apa" jawabku sepontan.

Aku tidak mau menggunjingkannya lebih jauh, aku berpikir bahwa luka ini akan segera sembuh. Aku hanya tidak ingin kehilangan kebahagiaan dan canda tawaku dengannya. Aku sudah terlanjur nyaman dan tidak ingin di tinggalkan.

Aku memaksakan diriku untuk bangun, ia langsung menyambar untuk membantuku berdiri dengan memegangi tanganku lalu membawa ke sebuah tempat kecil yang tampak seperti, kamar mandi.

"Sini aku lihat lukanya" katanya mencemaskanku lagi.

Aku memutarkan tubuhku "Apa lukanya parah?" tanyaku meringis.

Ia membuka bajuku "iya ada luka, dan banyak sekali darahnya" jelasnya.

Aku kembali berbalik menghadap dirinya, ia sontak langsung memeluk tubuhku erat sekali. Lalu ia mencium bibirku dengan lembut, seakan ingin menyembuhkan luka yang baru saja ia tusukkan ke punggungku. Namun ciumannya tidak mampu menghapus semua rasa sakitku, malah otakku semakin dilanda rasa bingung yang amat dalam.

The Time [GirlxGirl] (Editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang