Dua Puluh

2K 109 2
                                    

Gusna's POV

Aku kembali masuk sekolah, atau mungkin sebaiknya aku tidak usah masuk sekolah saja. Sialan sekali, memar-memar di tubuhku baru aku rasakan sakit saat malam dan puncak sakitnya adalah satu hari setelah kejadian pukul memukul bersama bocah sialan itu. Untungnya hari ini tidak terlalu menyakitkan, terasa lebih baik. Syukurlah.

Sudah kuduga, saat masuk ke lingkungan sekolah semua mata menatapku aneh. Dan arah tatapannya dapat ku pastikan menuju plester-plester yang Kantia pasangkan dengan paksa di wajahku. Walau sebagian sudah aku lepas sih. Bayangkan saja jika aku tidak melepasnya sama sekali, mungkin aku sudah diteriaki "Ada mumi berangkat sekolah!" atau sore nya saat aku bermain basket "ada mumi bermain basket!". Ah entahlah.

Sebenarnya hari ini tidak ada jadwal basket, cuma saja aku sudah berniat mengajak Arya untuk bermain basket sepulang sekolah. Aku baru teringat, Arya pasti akan menanyaiku dengan nada khawatir so imutnya itu saat melihat banyak plester di wajahku. Lalu setelahnya dia akan menghinaku sampai tenggorokannya putus. Aku yakin itu, walau tidak seratus persen.

"Pagi Gus!" kata Arya yang tengah sibuk merapihkan penampilannya di bayangan jendela. Walau sebenarnya kerapihannya sudah hampir mendekati sempurna, makhluk satu ini masih saja bercermin terus menata banyak hal di tubuhnya.

"Pagi Juga" kataku datar sambil sedikit melirik rambutnya yang tersisir rapi dan berkilauan akibat minyak rambut.

"Gus lo kenapa?" tanya Arya dengan tatapan intens.

Aku mendudukkan tubuhku di kursi "jatuh" kataku sambil menyimpan ransel di tempat yang seharusnya.

"Bohong lo, masa jatuh cuma wajah aja yang bonyok. Udah di KDRT ya?" tanyanya lagi.

Aku terdiam tak menghiraukannya, lalu memasangkan headset ke telingaku.

"Berantem lagi ya?" sambungnya lagi.

Masih tidak aku tanggapi pertanyaannya, aku hanya mencoba terfokus memainkan ponsel.

"Sialan, gue bicara sama tembok" kata Arya mengumpat.

"Sore basket hayuk" kataku mencoba mengalihkan.

"Hayuk" jawab Arya antusias.

"Ajak temen lo, biar gak sepi-sepi amat" titahku.

"Nanti gue ajak Gaga" katanya.

Musik yang terputar dalam headset membuatku sedikit kurang tangkap terhadap suara Arya "Apa..? Gajah..?"

Arya menggeleng kesal lalu mencabut headset di telingaku dengan paksa "Gaga, budeg!" katanya meneriaki wajahku.

"makanya kalau orang ngomong jawab, terus jangan pake headset, tanggapin bener-bener. Teu sopan" ucapnya lagi. (teu= tidak)

"Sorry man" kataku terkekeh.

"Eh siapa Gaga?" tanyaku penasaran.

"itu loh si Anugrah yang sering pulang bareng gue. Tinggi, item, terus rambutnya keriting" ujarnya jelas.

Aku mengangguk "Oh itu. Mentang-mentang lo putih, udah berani bilang temen sendiri item"

"Ya gue jelasin aja biar lo inget sama yang mana orangnya, lagian gue berusaha ngomong jujur. Kan emang faktanya si Gaga item" Arya mencoba membela diri.

"Eh ngomong-ngomong kenapa di panggil Gaga, padahal nama aslinya Anugrah. Jauh banget"

Arya terkekeh "kalau di panggil Anugrah kepanjangan, kalau di panggil Anu kedengaran aneh, kalau di panggil Grah kesannya kayak orang kepanasan. Ya udah Gue panggill Gaga, kan Anugrah juga ada hurup G sama A-nya. Jadi gak jauh-jauh amat" ucapnya mencoba menjelaskan.

The Time [GirlxGirl] (Editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang