Delapan

2.7K 164 5
                                    

Gusna POV's

Aku suka malam, aku suka keheningan, aku suka gelap, dan aku suka taburan bintang di langit. Untungnya Tuhan tengah menampakkan itu semua, di loteng ini aku bisa menikmati semuanya. Kutarik napasku dalam, menghirup semua kesegaran yang mampu menjernihkan otakku.

Walau aku menyukai malam, tetapi tidak semua malam menyempurnakanku. Kadang aku bisa mengingat banyak hal buruk ketika malam. Seperti rasa sepiku, ingatan buruk saat ayah sering menyiksaku sewaktu aku kecil, atau kebencianku terhadap teman-temanku yang pernah berkhianat.

Malam ini aku tengah duduk di loteng, dengan headseet di telingaku, dan buku novel serta ponsel yang sudah aku simpan di atas meja. Mataku menjelajah, menatap ke angkasa yang tengah memamerkan keindahannya.

Kupejamkan mataku, mencoba meresapi kenikmatan ini lebih dalam. Seketika perasaan itu muncul, rasa sedihku mengenai hari-hariku. Saat kurasa sudah mulai banyak yang hilang dari hidupku, terutama ketika aku menyadari bahwa umurku perlahan hilang dan berkurang.

Aku tahu jelas bagaimana hukum alam, saat semua yang datang lalu tiba-tiba hilang, atau saat yang kita inginkan dijauhkan sedangkan yang kita tolak datang mendekat.

Beberapa waktu lalu aku baru saja kehilangan, seperti saat aku harus lulus dari Sekolah Menengah Pertama, ketika aku harus melepas semua hal berharga dan hanya menjadikannya kenangan yang tertulis dalam ingatan. Atau malah kebalikannya, seperti sekarang. Ketika aku dipertemukan lagi dengan hal berharga, yang sebanding dengan duniaku. Yang lebih aku percaya, bahkan jahatnya melebihi kepercayaanku kepada orang tuaku sendiri.

Kantia, aku dipertemukan dengannya tepat disaat hari-hariku sangat sepi dan dingin. Saat aku tengah berburuk sangka kepada Tuhan, bahwa tidak satupun di dunia ini Ia ciptakan seseorang yang bisa saling percaya denganku. Yang tidak hanya mau ketika butuh, yang tidak hanya diam saja ketika aku terluka, yang menghargaiku dengan sifat anehku, dan mampu memahamiku walau aku tidak berucap.

Namun sekarang aku percaya itu Tuhan. Karena aku sudah melihat, dan menikmati senyumannya dengan mata kepalaku sendiri. Tanpa perantara, atau perkataan orang lain.

Lantas, apakah kelak Tuhan akan mengambil dia dariku. Aku harap tidak Tuhan, jangan ambil dia, jangan ambil dunia tempatku hidup. Engkau boleh saja mengambil sebagian atau seluruh umurku, asakan jangan pisahkan aku dengannya. Karena dia pelitaku, dia cahayaku yang menerangiku ketika aku sudah putus asa dengan tujuan hidupku.

Flashback on

Sore menjelang malam, saat itu film yang kami tonton selesai, di tutup dengan adegan berciuman pangeran dan Cinderella. Film yang berakhir dengan 'Happy Ending', walau menurutku dalam relita tidak ada cerita yang berakhir dengan bahagia. Setahuku, semua pengakhiran selalu bersama derai air mata.

Tanganku masih terus menggenggam tangannya.

"Happy Ending?" aku menoleh kepadanya.

Kantia menoleh "kelihatannya sih iya"

"Mau pulang sekarang?"

Kantia mengangguk, lalu mulai beranjak hendak turun dari kasur.

Aku menahan tangannya "Sebentar!"

"Kantia?" panggilku.

Ia menoleh "iya?"

Aku menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikiranku "Aku bukan orang yang jago buat ngerangkai kata, tapi aku pingin bilang makasih, atas kedatanganmu dalam hiduku, atas kepercayaanmu kepadaku, dan atas segalanya yang belum pernah aku rasakan di dunia ini"

Kantia terdiam, ia hanya menatapku. Sedangkan tangannya semakin kuremas, mungkin aku butuh kekuatan untuk berkata lebih.

"Aku sayang kamu, Kantia" kataku.

The Time [GirlxGirl] (Editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang