Gusna's POV
Sore menjelang malam, Kantia masih terbaring di kamar menonton acara televisi sambil sesekali tersenyum-senyum sendiri menertawai adegan yang tengah tersiar. Aku berpamitan kepadanya untuk mengobrol sebentara bersama nenek di ruang tamu. Wajahnya tiba-tiba merengut, aku menghampiri lalu mengusap-ngusap puncak kepalanya.
"Nanti udahnya kita ke taman belakang rumah oke"
Kantia mengangguk dengan rengutan yang kian berkurang "jangan lama-lama"
"iya gue gak bakalan lama" ucapku sambil berjalan menuju pintu.
"Bye" Kantia melambaikan tangan dengan ekspresi masih tidak rela untuk aku tinggalkan.
Aku membalas lambaiannya "bye juga"
............................................
Seesekali ia seruput kopi hangat yang masih menegepul itu, tidak kalah, aku juga memegang satu gelas di tanganku. Perbincangan demi perbincangan kami lewati, dari yang mulai mengundang gelak tawa, hingga kisah kasih nenekku bersama dengan kakak adiknya dahulu.
Kembali ku teguk, kini kopi di gelasku tersisa tinggal separuhnya. Tiba-tiba perbincangan kami terputus, aku mengerti hal penting yang ia ingin sampaikan bukanlah tertang cerita mengundang gelak tawa, atau bahkan kisah silamnya. Ada hal yang mengganjal, dan ada gurat sendu di wajahnya. Aku paham ke mana arahnya, lantas biarkan aku sendiri yang memulai untuk membukanya.
"Ayah suka ke sini?" tanyaku.
Nenek menatapku "seminggu yang lalu dia baru berkunjung ke sini, bahkan ikan yang tadi kamu makan, itu adalah pemberiannya"
Aku mengangguk-ngangguk.
"hubungan ayah dan ibumu baik-baik saja?"
Aku menghela napas panjang "Entahlah, aku gak tau yang baik-baik itu kayak apa. Setiap pulang ke rumah juga mereka masih rutin dengan beradu argumen"
Nenek menghela napas panjang "mereka emang masih keras kepala"
Aku terdiam, sambil kembali meneguk kopiku.
"apa yang sering mereka perdebatkan?"
Aku menggeleng "gak tau. Aku dan adikku sudah terlalu malas untuk menyimaknya"
"Kamu seharusnya bisa lebih dewasa Gus" kata nenekku lemah.
Aku menggeleng "Mustahil. Aku bicara pun selalu di tentang, jadi mulai sekarang aku memilih untuk mengurusi urusanku sendiri. Ah, aku yakin nenek paham dengan maksud Gusna"
Nenek mengangguk "iya nenek paham"
Ia terdiam sesaat lalu kembali melanjutkan kalimatnya "tapi tolong jaga adikmu juga"
Aku mengangguk "pasti"
Setelah tegukan terakhir ia beranjak dari duduknya "kalau mau ngajak temanmu ke taman belakang, jangan lupa nyalain lampunya. Nenek ke kamar dulu" ucapnya berlalu.
Kantia's POV
Sambil menunggu Gusna, sedari tadi aku hanya mengoceh bersama dena lewat video call. Kalian pasti paham apa yang Dena bicarakan kepadaku. Begitulah, otak ngeresnya selalu bekerja. Bahkan dia bilang dia meneleponku sambil tidak menggunakan branya, dengan alasan payudaranya butuh bernapas bebas.
Kuhela napas panjang "terserah" ucapku.
"loh mau lihat" katanya lagi.
Aku menggeleng kasar "gak, gue gak mau. Gue juga punya sendiri"
Dena terlihat terkekeh atas jawabanku, tentunya dengan kekehan yang tidak biasa. Konyol memang, tetapi sebenarnya Dena tidaklah seburuk yang kalian bayangkan. Menurutku di termasuk wanita yang menarik. Dia punya kulit yang putih, dan wajah yang terbilang cantik. Cuma saja tingkahnyalah yang membunuh penampilannya itu. Jangan salah sangka, walaupun sikapnya seperti itu, cukup banyak lelaki yang mengantri ingin menjadi pacarnya. Entahlah akupun aneh.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Time [GirlxGirl] (Editing)
Любовные романы#1 in realstory ( 10 September 2019) #1 in musik ( 17 September 2019) Waktu menyimpan segalanya, termasuk kehidupan yang akan kita lalui kelak. Tapi bagaimana jika waktu mempertemukan dengan hal yang belum pernah kita pikirkan sebelumnya, Apakah kit...