Kamu tahu kan, sejak hari pertama menikahi kamu, aku sudah ingin mengumumkan dan menunjukkan pada setiap orang kalau kamu adalah milikku. Kalau kamu adalah Nyonya Iqbal Sya'bani.
***
Untuk kesekian kali, Luli mematut diri di depan cermin. Masih merasa gendut, tapi tak apa, toh semua sudah tahu statusnya sekarang adalah seorang istri. Jadi tak ada yang harus disembunyikan, terutama perutnya yang sudah mulai terlihat berisi.
Wajah polosnya sudah dipoles oleh Acha. Tak berlebihan, hanya lipstick merah pekatnya yang sedikit mencolok dengan kulitnya yang putih bersih. Itu sudah cukup mengubah kesan di wajahnya. Cantik.
Sekali lagi ia mematut diri. Ia hanya ingin tampil berbeda di depan teman-teman, adik tingkat, dan kakak tingkatnya. Juga beberapa dosen dan karyawan yang mungkin akan hadir di kafe nanti. Ia merasa harus meyakinkan setiap orang bahwa ia memang pantas untuk bersanding dengan sang dosen idola.
Rasa bahagia juga meletup-letup di dada. Keinginan bapak untuk menggelar syukuran atas pernikahan anaknya sudah terwujud. Meski agak ribet, Iqbal yang kesibukannya sudah seabreg masih mampu pula menghandle segala persiapan resepsi mereka.
Tiga gelaran sebelumnya dihelat dengan konsep yang sama, di tempat yang sama pula. Semua sesuai keinginan sang bapak mertua, yang diamini pula oleh abah dan umi Iqbal, bahkan dengan antusiasme melebihi si empunya keinginan.
No standing party. Maka konsep round table Iqbal ajukan.
Pengaturan tempat duduk tamu menjadi yang paling ribet. Bapak menginginkan agar tidak berbaur antara tamu laki-laki dan perempuan. Dengan argumen dan alasan yang dapat diterima, Iqbal menyampaikan kalau itu kurang pas untuk dilakukan, tapi ia sekaligus memberi solusi. Ia menerapkan pembagian kursi seperti di kafenya.
Pasangan suami istri duduk berdampingan di satu meja bundar besar bersama beberapa pasangan lain. Hanya pasangan belum sah serta mereka yang datang sebagai single fighter alias jomlo yang dipisahkan tempat duduknya. Itupun masih dalam satu ruangan yang sama, cuma memisahkan laki-laki dan perempuan pada meja yang berbeda.
Petugas bagian penerima tamu pun tak mengalami kesulitan yang berarti, sebab setiap undangan telah dibagi berdasarkan abjad untuk nomor tempat duduk, lengkap dengan status single atau marriage plus nama pasangannya. Mereka cukup menunjukkan kartu souvenir setelah sampai di pintu hall.
Siapa lagi yang punya ide begini kalau bukan Iqbal Sya'bani?
Satu lagi permintaan bapak mertua. Tak mau menerima sumbangan dalam bentuk apapun, sebab niatnya seratus persen karena ingin berbagi kebahagiaan.
Menantu yang cerdas tentu tak kehabisan akal. Ia mengusulkan untuk meniadakan meja penerima tamu beserta buku tamu. Menggantinya dengan menggelar kotak-kotak pesan dan tanda tangan di sepanjang photo booth yang terbentang beralas karpet merah, beberapa belas meter dari lobi hingga ke pintu hall.
Layaknya wall of fame, setiap tamu undangan yang datang menuliskan pesan untuk mempelai beserta nama dan tanda tangannya. Lalu beberapa fotografer yang tersebar di setiap empat meter akan mengambil pose tamu undangan tersebut di sana. Persis seperti pergelaran awards di Hollywood sana. Semua undangan menunjukkan sukacita dan kegembiraan yang mendalam. Senyum tulus dan tawa lepas tergambar di sepanjang spot foto ber-background kolase foto kedua mempelai dan coretan pesan serta tanda tangan dari tamu undangan.
Mungkin tak hanya bapak mertuanya yang bahagia. Pihak wedding organizer pun sama, sebab mendapatkan satu tambahan konsep pernikahan untuk portofolionya.
Satu-satunya yang gagal diwujudkan Iqbal justru permintaan sang istri tercinta. Ia tak berhasil melobi abah, umi, bapak, ibu, dan kakak-kakak mereka soal kostum yang diinginkan Luli. Kurang etis dan kurang menghargai tamu undangan, begitu alasan semua. Iqbal pun sesungguhnya menyetujui, hanya menjaga perasaan Luli. Hingga akhirnya cuma di acara terakhir di kafe saja Luli bisa mengenakan white and denims seperti keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Ipar
General Fiction(18+) Marriage Life. Nggak ada adegan berbahaya, tapi banyak jokes dewasa. ------- Spin-off dari "Mendadak Mama". Tapi kalian nggak harus baca MM dulu untuk paham cerita ini. ------- Iqbal Sya'bani (Iqbal). Dosen fakultas teknik yang brillian, tampa...