Saya saja selalu percaya sama Zulfa. Sayang sekali, Bapak yang suaminya malah punya pemikiran seperti itu pada anak sepolos dia.
***
Kira-kira, itu siapa ya yang bicara?
------
Makan seblak ditaburin leunca
Kuy lah ditebak sebelum dibaca------
Iqbal baru saja naik dari kolam renang setelah beraktivitas hampir satu jam di dalamnya. Luli menunggu di tepian, membawa bathrobe untuk suaminya. Ia pula membantu Iqbal mengenakan dan mengikatkan talinya. Duh, mesranya.
"Kakak kalau mentas dari kolam renang gitu gantengnya nggak pernah gagal deh," bisik Luli sembari menatap mata lelakinya.
"Biasanya gagal ya?" Iqbal tertawa. Seperti biasa, mencubit hidung istrinya.
"Ini tuh beda. Ah, susah ngomong sama Kakak." Luli cemberut.
"Iya, iya, becanda, Sayang." Diciumnya bibir Luli yang sudah maju beberapa centi.
Luli mendorong perut suaminya agar menjauh. Malu. Ada umi dan Bu Yus di pantry.
Garlic bread dengan lelehan keju mozarella terhidang di meja pantry. Saus cabai bikinan umi tak ketinggalan menemani. Iqbal baru menghabiskan sepotong ketika Luli membawakan smoothies mangga kesukaannya.
"Terima kasih, Sayang," ucap Iqbal. Tangannya mengelus lembut kepala Luli. Iqbal memang tak pernah bisa menyembunyikan rasa sayangnya pada sang istri.
"Dek, hari ini Neng Zulfa jadi mau belajar masak sama umi kan?" Suara abah muncul tiba-tiba, lalu duduk di kursi sebelah anak bungsunya.
"Insya Allah jadi, Bah. Biar nggak Kak Iiq terus yang masakin buat saya." Luli yang menjawab. Malu-malu menghias wajahnya. Lagi-lagi Iqbal tak bisa menyembunyikan rasa bangga atas istrinya.
"Makasih ya, Neng. I love you." Dirangkulnya pinggang Luli hingga mereka berdua saling bersentuhan.
"Iiq biar nemenin abah ya, Neng Zulfa?" kata abah lagi.
"Mau ke mana, Bah? Ke site?"
"Nggak, Dek. Abah lama nggak golf, stiknya udah kangen nyium bola. Temenin ya, Dek?"
Iqbal menatap Luli, mencari persetujuan di sana, dan ia menemukannya. Luli mengangguk. Senyum manis disertakan pula.
"Siap, Bah. Iiq temani."
"Iyalah, Dek, kamu juga udah lama nggak mukul bola, kan? Sekali-sekali lah masukin bola ke hole, jangan stiknya terus yang ---" Umi nimbrung. Seperti biasa, pernyataan yang tak jelas arah dan tujuan selalu menyertai.
"Astaghfirullah hal adzim. Umi, apaan sih?! Please deh." Iqbal menyela. Matanya memicing agak kesal. Guyonan uminya selalu nyerempet bahaya.
"Bukannya kalau golf yang dimasukkan ke lubang tuh bolanya ya, Mi?" Luli tak paham.
"Udah, udah, nggak usah didengerin lah becandaannya umi. Nggak pernah jelas."
Umi terpingkal-pingkal melihat Iqbal yang tampak begitu sebal. Didekatinya Luli, lalu pelukan dan kecupan umi berikan untuk menantu bungsunya.
"Masya Allah. Pantesan Iiq happy banget sama kamu, Neng. Nah kamu lucu gitu sih."
"Umi apaan sih cium-cium Luli? Ijin dulu kali, Mi, sama Iiq."
Dasar Iqbal, minta dikeplak!
"Udah udah, siap-siap sana, Dek," perintah Abah.
"Mau berangkat jam berapa, Bah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Ipar
General Fiction(18+) Marriage Life. Nggak ada adegan berbahaya, tapi banyak jokes dewasa. ------- Spin-off dari "Mendadak Mama". Tapi kalian nggak harus baca MM dulu untuk paham cerita ini. ------- Iqbal Sya'bani (Iqbal). Dosen fakultas teknik yang brillian, tampa...