Sudah menjadi prinsip saya untuk memberikan istri saya kehidupan, minimal sama seperti yang diberikan orang tuanya. Kalau lebih, Alhamdulillah. Tapi jangan kurang dari itu.
- Iqbal Sya'bani -
------
*Mantu-able sekali mas-mas satu ini
*Maap rada panjang. Mungkin bisa siapin minum dan cemilan :D
*Enjoy reading
***
Bapak membuka pertemuan kali ini tanpa banyak basa-basi. Mungkin karena melihat wajah si anak gadis yang sudah tak jelas ekspresinya. Beliau meminta Iqbal untuk segera saja menyampaikan maksud kedatangannya.
"Emm, jadi begini, Zulfa. Sebelumnya saya mohon maaf kalau kedatangan saya mengejutkan kamu. Seperti yang sudah disampaikan oleh Bapak, saya datang ke sini adalah untuk menyampaikan niat baik saya, yaitu melamar kamu. Memohon kesediaan kamu untuk menjadi istri saya. Pendamping hidup saya." Iqbal menyampaikan semua dengan lancar, tanpa hambatan, apalagi keraguan.
"Ini beneran, Pak? Bukan prank? Atau jangan-jangan, Bapak salah orang?"
"Astaghfirullah," gumam Iqbal, sangat pelan.
Ibu mencubit paha Luli. Bapak menghela napas. Fikar dan Nara berpandangan, berdua justru menahan tawa.
"Tentu saja bukan, Zulfa. Saya serius. Saya serius meminta kamu untuk menjadi istri saya. Pendamping hidup saya." Iqbal mengulangi permintaannya.
"T-tapi, kenapa harus saya, Pak? Mahasiswi teknik sipil banyak yang lebih dari saya. Yang mati-matian ngefans sama Bapak juga ada, nggak cuma satu dua malah." Luli angkat bicara tanpa diminta.
"Karena cinta seringkali datang tanpa direncana, Zulfa. Begitupun saya ke kamu. Saya sendiri tidak tahu kenapa bisa begitu, tapi saya tahu kalau perasaan ini istimewa, sebab baru kali ini saya merasakannya. Dan saya tak ingin berpanjang waktu. Saya rasa itu sudah lebih dari cukup untuk meyakinkan saya, bahwa kamu yang selama ini saya nantikan dalam hidup saya."
"Emm, tapi masa tiba-tiba begini, Pak? Nanti kalau saya sudah terima, ternyata rasa yang bapak bilang mendadak hilang, bagaimana?"
Ibu menepuk pelan paha anak bungsunya. Fikar dan Nara kembali berpandangan, lagi-lagi merasa lucu dengan jawaban Luli, walau memang ada benarnya.
"Kalau hanya dibiarkan, tentu saja rasa ini bisa hilang. Entah begitu saja, ataupun butuh waktu sekian lama. Itulah kenapa saya datang, meminta kamu untuk merawat rasa ini bersama saya. Kalaupun hati kita belum satu frekuensi, insya Allah akan bisa sama setelah dijalani, Zulfa.
"Banyak yang bisa kita jadikan contoh, bahwa menikah itu tak harus lebih dulu melalui perkenalan yang sekian lama. Bahkan tak perlu jauh-jauh. Zulfikar dan Asya misalnya. Benar demikian nggih, Pak, Bu?"
"Kok kami sih contohnya?!" sahut Nara spontan.
Tangan Fikar yang sedari tadi merangkul, refleks meremas bahu kiri sang istri. Lalu menempelkan hidung di kepala Nara, dan membisikkan sesuatu tepat di telinganya.
"Asem, ini calon ipar mesra banget sih dari tadi. Bikin baper aja. Semoga bisa segera menyusul, ada yang diajak mesra-mesraan begitu." Iqbal merutuk dalam hati melihat kemesraan Fikar dan Nara, yang tak sekali dua kali tertangkap olehnya.
"Ya, betul. Boleh dibilang demikian. Saya sama ibunya dulu juga begitu kok. Malah yang berinisiatif orang tua. Kami bagian menjalani saja. Alhamdulillah, sudah hampir tiga puluh tahun bersama, malah semakin hari semakin cinta. Bener gitu ya, Bu?" Bapak menyatakan persetujuan atas pendapat Iqbal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Ipar
قصص عامة(18+) Marriage Life. Nggak ada adegan berbahaya, tapi banyak jokes dewasa. ------- Spin-off dari "Mendadak Mama". Tapi kalian nggak harus baca MM dulu untuk paham cerita ini. ------- Iqbal Sya'bani (Iqbal). Dosen fakultas teknik yang brillian, tampa...