Mas Fikar memang level cemburunya lebih tinggi lagi, Kak. Kalau udah namanya cemburu atau merasa dikalahkan, jangankan empati, logika yang selalu dia junjung tinggi aja udah kayak mati.
***
Yess, betul. Ada Zulfikar di part ini. Ya walaupun nggak banyak juga sih.
Enjoy reading, Gaes.
-------
Iqbal masuk ke kamar, Luli menyusul dan menutup pintu. Tak lupa memutar kunci hingga dua kali.
"Lila di luar sendiri lho, Neng. Jangan ditutup pintunya, apalagi dikunci."
"Biar. Aku mau marah dulu sama Kakak."
"Lho, kenapa lagi? Aku salah ya?"
"Salah banget! Kenapa juga ngajakin Lila ke kampus? Kayak gini kan aku harus ikut, harus tampil pula sebagai istri bapak dosen kita yang terhormat. Nambah-nambahin pikiranku aja sih. Udah bagus-bagus ditinggal di sini, nanti juga ada Bu Nani."
"Lho, kamu nggak suka Lila ikut ke kampus? Kan kamu jadi nggak perlu bolos."
"Kakak nih nggak peka banget sih. Apa nanti kata orang-orang di kampus? Udah kayak keluarga kecil bahagia sejahtera aja. Malu. Kakak ngerti nggak sih?!"
"Ya Allah ya Rabb, jadi dari tadi mukamu mendadak asem tuh karena nggak mau Lila ikut ke kampus? Ya Allah, Neng, maaf. Ya gimana? Lilanya kayak pengin banget ikut aku ke kampus, Neng. Kesempatan juga kan, Neng, biar Lila bisa dekat dan sayang sama omnya. Nggak dimusuhin terus."
"Jadi Kak Iiq lebih sayang sama Lila, gitu? Lebih ngebelain keinginannya Lila daripada aku? Yang istrinya Kak Iiq kan aku, bukan Lila."
Iqbal tertawa, diraihnya Luli ke dalam dekapannya. Menjadikan kepala sang istri sebagai sasaran menjatuhkan banyak kecupan.
"Kamu kalau melakukan sesuatu yang nggak bermutu tuh selalu total ya, Neng? Nggak tanggung-tanggung. Udah jelaslah istriku itu Luli, masa iya Lila. Masih di bawah umur, Neng. Bisa kena pidana aku."
Dilepasnya pelukan, berganti menangkup dua pipi Luli. Mulutnya yang cemberut membuat Bapak Sya'bani makin gemas.
"Kamu kalau nggak ngelucu gitu bisa nggak sih, Neng? Biar nggak bikin aku sibuk memunguti cintaku ke kamu yang tumpah ruah sampai berjatuhan ke mana-mana. Luber."
"Terus yang pada berjatuhan diambilin sama Mbak Pipit, gitu?"
"Cieee, Nyonya Sya'bani cemburu ni yeee. Nggak lah, Sayang. Pipit bisa dapat yang jauh lebih baik dari sekadar sisa-sisa cintaku yang berjatuhan. Tapi satu yang pasti, orang itu bukan Iqbal Sya'bani, karena yang satu ini cuma buat Luli, nggak ada yang lain lagi."
Luli teramat bahagia. Ia berjinjit dan menjatuhkan cium di bibir sang suami.
"Om Iqbaaall, udah apa belum? Kenapa lama?"
Kaget! Iqbal mendorong Luli begitu saja. Untung tak sampai jatuh.
Ia melangkah tergesa menuju pintu. Sementara Luli menatap dengan kesal sambil menggerutu.
------
"Assalamualaikum," sapa Iqbal begitu melewati pintu kelas.
Ia dari ruang dosen, sedangkan Luli sudah sejak tadi duduk manis bersama Lila, menanti kuliah yang akan diampu suaminya.
"Waalaikumsalam." Hampir semua yang di ruangan menyambut bersamaan.
Suasana beranjak lengang. Luli menelan saliva. Jantungnya berdegup, menatap Lila yang masih asyik mewarnai gambar pinguin hasil coretan Om Iqbalnya. Tinggal sayap sebelah kiri, dan Luli tahu itu tak butuh waktu lama lagi. Lila pasti akan segera menyadari bahwa omnya sudah berada di ruangan yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Ipar
General Fiction(18+) Marriage Life. Nggak ada adegan berbahaya, tapi banyak jokes dewasa. ------- Spin-off dari "Mendadak Mama". Tapi kalian nggak harus baca MM dulu untuk paham cerita ini. ------- Iqbal Sya'bani (Iqbal). Dosen fakultas teknik yang brillian, tampa...