Part 16.1.

16.3K 1.5K 413
                                    

Thank you for 'in'
and complete 'me'
to be 'mine'

I love you

--------

Notes:
- Aku nggak pinter bahasa Inggris. Kasih tau ya kalo salah. Hehe..
- Ada beberapa adegan yang agak dewasa
- Enjoy reading.

***

Menikah adalah sebuah momentum penting dalam perjalanan hidup seseorang. Pun bagi Luli. Yang hingga umurnya hampir dua puluh satu tahun, tetap berupaya menjaga diri dari relationship yang tidak seharusnya dimiliki. Tentu saja hari ini akan menjadi hari yang mengubah tak hanya statusnya, tapi juga hidupnya.

Dari kamarnya yang sedikit diubah interior agar layak disebut sebagai kamar pengantin, Luli ditemani orang-orang terdekatnya. Ibu, Nara, Riana, juga adiknya ibu yang adalah ibunya Riana. Menghadap Macbook Pro milik Iqbal yang sudah di-setting untuk menyaksikan live report akad nikahnya sendiri.

Ya, Luli masih 'disembunyikan'. Sampai nanti status mereka telah resmi terikat dalam pernikahan, barulah keduanya akan dipertemukan.

Sementara di ruang keluarga. Iqbal duduk berhadap-hadapan dengan ayahanda Luli serta petugas dari KUA. Sebuah meja pendek menjadi pembatas diantara ketiganya. Abah dan umi dengan setia mendampingi di belakang si anak bungsu.

Di hadapan Iqbal, Bapak telah bersiap untuk melepas gadis kecilnya. Kesayangannya. Fikar mendampingi di belakang bapak. Menyediakan diri jika sewaktu-waktu bapak terlarut dalam haru.

Iqbal meraih mikrofon. Mengambil nafas panjang, sebelum kemudian lantunan ayat suci mengalun merdu dari bibirnya. Sesekali matanya terpejam, menghayati kalam yang ia lafazkan dengan hafalan dan kefasihan.

Belum apa-apa, tapi air mata telah tak terbendung dari kedua netra mempelai perempuan. Sungguh, hatinya bergetar-getar. Ia bahkan baru tahu bahwa calon suaminya ternyata benar seorang penghafal Al Quran. Sebab selama ini, yang ia terima selalu lagu-lagu yang bersifat duniawi dan seringnya sebagai ungkapan hati.

Tepat pukul sembilan, lantunan surat 'Ali Imran ayat 35 sampai 39 diselesaikan. Bapak dan Iqbal pun telah saling bersalaman, bergenggaman tangan.

Bapak menghela napas. Panjang. Kaca-kaca tampak pada dua manik di balik kacamata beliau. Bibirnya bergetar. Mendadak kelu. Apa yang hendak diucapkan tak mampu keluar.

Fikar mengusap bahu bapak, dengan mata yang tak kalah sarat oleh bening yang menggelanggang. Disodorkannya sehelai saputangan, supaya bapak menghapus bening dari sudut-sudut mata yang mulai menua. Genggaman tangan sejenak dilepaskan dengan terpaksa.

Rupanya bapak tak kuasa menahan keharuan. Dengan anak sulungnya, mereka berpelukan. Fikar sendiri tak berusaha menyembunyikan. Ada kesedihan, meski lebih banyak kebahagiaan.

Hampir lima menit, hingga bapak kembali tenang dan lebih kuat dari sebelumnya. Lalu kembali menjabat hangat tangan kanan calon menantunya.

Bapak menarik napas lagi. Memulai dengan bacaan basmalah, istighfar tiga kali, kemudian membaca kalimat syahadat.

"Ananda Iqbal Sya'bani bin Sudjana. Saya nikahkan dan saya kawinkan Engkau dengan putri kandung saya, Zulfa Nurulita binti Rofiq Hidayat, dengan mas kawin seperangkat alat salat, logam mulia seberat 50 gram, uang tunai 25 juta rupiah, dan satu unit rumah di Madina Residence, dibayar tunai."

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Zulfa Nurulita binti Bapak Rofiq Hidayat dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

Dengan sangat tenang dan khidmat, Iqbal mengucapkan kalimat qabul dalam satu tarikan napas.

Mendadak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang