Kamu kan cuma boleh dandan cantik buat aku. Kalau kamu ke kampus dandan cantik-cantik, nanti Angkasa susah move on dari kamu, gimana?
***
Cieee, ada yang jealous, cieee...
-----
Perkuliahan kembali dimulai pasca libur lebaran. Ini menjadi hari pertama Luli berangkat ke kampus bersama Iqbal. Sebenarnya dia sudah menolak, tapi kali ini Iqbal tak mau tahu. Toh sejak dua hari lalu hubungan mereka sudah menjadi rahasia umum. Ngambeknya pun tak lagi mempan. Iqbal bertahan. Ia bahkan menggunakan privilegenya sebagai suami, meminta sang istri untuk mematuhi kemauannya.
Hati Luli bergemuruh tak keruan begitu HRV putih memasuki area departemen teknik sipil. Luli ingin mencoba menolak sekali lagi, siapa tahu kali ini berhasil.
"Kak, saya turun sini aja."
"Nggak. Pokoknya mulai hari ini kita berangkat ke kampus bareng."
"Ya kan jadwal kita nggak tiap hari sama, Kak."
"Tapi pas jadwal kita bareng, ya kita berangkat bareng. Aku nggak mau tahu."
"Kak Iiq kenapa suka maksa-maksa sih? Ngeselin. Kalau nggak diturunin sini saya mau lompat aja deh."
Iqbal diam. Sesungguhnya ia merasa geram. Tinggal dua belokan dan istrinya justru berulah lagi. Diinjaknya rem hingga laju mobil berhenti, lalu menekan central lock.
"Silakan. Katanya mau turun," ujar Iqbal datar. Sama sekali tak menoleh pada istrinya.
"Kok Kakak gitu, sih?"
"Gitu gimana?"
"Kok saya disuruh turun? Kakak udah nggak sayang lagi ya sama saya? Huh!"
"Kalau sayang itu selalu menuruti semua maumu, ini aku sedang menunjukkan rasa sayangku. Kamu mau turun di sini kan?" Iqbal sok polos. Dalam hati menahan kesal yang menebal.
"Sudah. Silakan kalau mau turun. Kamu kan malu kalau ada yang lihat kamu jalan sama aku. Cuma aku sendiri kan yang bangga dan ingin menunjukkan pada semua orang tentang status hubungan kita? So ...."
"Kakak marah?"
"Nggak. Biasa aja."
"Kakak kesal?"
"Nggak juga."
"Terus kenapa?"
"Aku cuma menuruti mau kamu. Sudah kan? Jadi mau turun apa nggak?"
Luli menunduk. Tetes demi tetes mengaliri pipinya. Iqbal membuang muka. Menghindar sekuat tenaga agar tak jatuh iba dan memeluk secepatnya. Sesekali ia ingin memberi pelajaran pada Luli.
"Oke. Selesaikan dulu nangisnya. Setelah itu silakan kalau mau turun di sini."
"Kak Iiq jangan gitu. Jangan hukum saya kayak gini. Huhuhu." Tangis Luli pecah sudah.
Iqbal masih bertahan. Hanya menyodorkan kotak tisu untuk istrinya yang manja.
"Kak Iiq nggak pengin peluk saya?"
"Nggak. Aku nggak mau bikin kamu malu kalau nanti ada yang lihat aku memelukmu."
"Huhuhu ... Kak Iiq jangan begitu. Saya sayang sama Kakak. Saya cuma belum siap kalau harus membuka status pernikahan kita."
"Semuanya sudah terbuka. Siap atau nggak siap, status kita sudah menjadi rahasia banyak pihak. Tapi nggak masalah, sih. Kalau kamu memang belum siap, kamu boleh turun sini. Kamu---"
Luli memeluk Iqbal begitu saja. Erat. Sangat erat. Menumpahkan tangis di bahu suaminya sambil menyampaikan kata maaf berulang kali.
"Jadi, ini kamu maunya gimana?" tanya Iqbal setelah tangis Luli mereda. Pelukan pun sudah terlepas. Tinggal sisa isakan yang masih terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Ipar
General Fiction(18+) Marriage Life. Nggak ada adegan berbahaya, tapi banyak jokes dewasa. ------- Spin-off dari "Mendadak Mama". Tapi kalian nggak harus baca MM dulu untuk paham cerita ini. ------- Iqbal Sya'bani (Iqbal). Dosen fakultas teknik yang brillian, tampa...