Extra Part 2.3.

7.6K 761 143
                                    

Ku ingin engkau percaya
Bahwa aku bahagia
Melihatmu dengannya
(Jikustik-Bahagia Melihatmu Dengannya)

***

Masih setia dengan 3K+ nih :D
Alhamdulillah, aku yakin teman-teman yg baca nggak bosen. Paling agak sedikit puyeng aja ye kaaann. Wkwk...

Mohon maaf kalau ada beberapa kata yg (mungkin) agak kasar. Obrolannya Andro sm Wahyudi. Mohon dimaklumi ya, anak muda kalau ngobrol memang suka asal. Hehe...

Kuy, langsung cuss baca.

***

Andro buru-buru mengalihkan pandangan dari gadis berjilbab lebar warna mocca. Hatinya merutuki kegugupan yang datang begitu saja. Memalukan, begitu batinnya.

"Ya udah, kita sholat isya dulu aja. Ayo, Ndro, kamu imamin kita bertiga," kata Mamanya, lalu memanggil Rea untuk bersiap salat berjamaah.

"Eh, t-tapi, Ma...."

"Iya. Bacaan dan hafalan jelas bagus Ustadzah Salma. Tapi kan kamu yang laki-laki, masa iya Ustadzah yang jadi imam."

"Y-ya bukan gitu, Ma. Andro sholat sendiri aja ya." Kalimat terakhir ia bisikkan ke telinga sang mama.

"Nggak bisa. Kalau ada kesempatan untuk meraih keutamaan sholat berjamaah, ya jangan dilewatkan. Bacaan kamu udah cukup bagus kok, Nak. Cuma hafalan suratmu aja yang masih kurang banyak. Ayolah, mama tunggu di mushola ya."

Andro tak bisa berkelit lagi. Ia terpaksa menuruti. Dengan menahan malu, ia menjadi imam. Malu pada Salma. Malu akan kemampuannya. Malu atas ilmu agamanya yang masih dangkal. Dan terutama, malu pada penciptanya.

Selesai salat Andro segera pamit ke kamarnya. Tak berani memandang pada Salma gara-gara cuma berani memakai Al Falaq dan Qulhu.

"Huh, lagian, ngapain juga pakai malu sama dia. Kenal juga nggak." Lagi, ia merutuki diri.

Belum juga usai rasa kesal pada dirinya sendiri, terdengar ketukan pada pintu kamar. Mamanya masuk dan mendekatinya.

"Ayo, Ndro. Rea lagi ngaji tuh. Habis ini giliran kamu."

"Ma, Andro nggak ikut ngaji deh, Ma."

"Lho, kenapa?"

"Nggak bagus, Ma. Kalau cowok ya gurunya sebaiknya ustadz. Kalau cewek ya ustadzah. Besok Andro mau cari-cari deh tempat ngaji yang bagus dan khusus cowok."

"Ya udah, deh. Atau ntar tanya ke Dimas aja."

"Dimas siapa?"

"Dimasnya Pakde ." Mamanya menjelaskan.

"Oh, Mas Dimas yang di Malang ya? Pakde yang sepupunya Mama kan?"

"Iya. Dia kan sekarang ikut kerja di kantor papa. Baru lulus kuliah. Anak sipil. Anaknya rajin, Ndro. Pinter, baik, alim. Besok tanya aja ke dia. Sekarang lagi ke Malang sama papa, lagi ada proyek di sana.

"Ssstt, papamu lagi pedekate sama Dimas. Udah pengin mantu."

"Ehk, maksudnya mau dijodohin sama Mbak Rea, gitu?"

"Iyalah, masa sama kamu? Naudzubillah deh." Mamanya tergelak, Andro jadi kesal.

"Hari gini udah nggak musim perjodohan macam gitu kali, Ma. Cukup Siti Nurbaya yang mengalami."

"Lha mbok kiro Dewa 19 ta piye?" Didorongnya pelan kepala anaknya. Andro menyambutnya dengan tawa.

"Ya udah, Ma. Nggak apa-apa ya Andro nggak ikut ngaji bareng Mama. Insya Allah besok Andro cari sendiri tempat ngaji yang pas buat Andro."

Mendadak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang