Kalo soal kekanakannya kamu aku udah dari jauh hari mempersiapkan diri. Soalnya bapak sama Ibu nggak bosan mengingatkan tentang ini. Zulfikar juga. Walaupun aku nggak nyangka akan langsung diuji di hari pertama.
-------
Notes:
* Part ini banyak dialognya, siap-siap mumet. Haha...
* Kalo aku bilang sih ini udah mulai 18+, ada beberapa adegan dan jokes yang nyerempet-nyerempet gitu, karena mulai masuk ke marriage life.
So, ada baiknya cek KTP dulu sebelum lanjut baca :)Mobil oren diseruduk munding
Happy weekend dan enjoy reading.***
Luli berlari.
"Dia istriku!" seru Iqbal pada si mantan. Lalu berdiri dan mengejar sang istri.
Tak sampai jauh. Mereka di 'area duduk berdua', saat Iqbal berhasil menangkap tangan Luli. Menariknya, tapi Luli balas menarik tangannya. Iqbal terpaksa menggunakan kekuatan. Ia dekap Luli, dan mengangkatnya menuju pintu crew only.
Jadi tontonan? Pasti! Ini malam minggu, peak time-nya kafe.
Luli yang tadinya berontak, langsung diam begitu merasakan bahwa kakinya tak lagi memijak tanah. Iqbal menggendongnya? Di depan banyak orang? Luli malu setengah mati.
Drama tak gendong ke mana-mana berakhir begitu mereka sampai di ruangan Iqbal. Setelah menutup pintu, mengunci, dan mengantongi anak kuncinya, barulah ia menurunkan Luli.
"Marah---"
"Pak Iqbal tuh jahat! Baru juga nikah udah harus ketemu mantan! Berapa sih mantannya?! Banyak banget! Apa semuanya masih berharap sama Bapak?! Apa semuanya masih pada suka sama Bapak?! Apa semuanya harus cantik-cantik gitu?! Huhuhu," teriak Luli histeris.
"Ya Rabb, insecure lagi dia."
"Saya mau pulang! Saya mau pulang aja! Pulang sekarang! Kesel tauk, lagi bahagia sebentar aja harus dirusak sama mantan! Huhuhu." Masih menangis.
Iqbal tak bereaksi apapun, tetap tenang dan membiarkan Luli meluapkan semua marahnya.
"Teriak aja, Sayang, nggak kedengaran sampai luar kok. Marahlah. Nangislah. Pukul aku. Cakar, cubit, apapun. Nanti kalo sudah lega, giliran aku peluk kamu."
"Nggak mau! Enak aja main peluk! Pokoknya saya mau pulang ke rumah bapak ibu! Sekarang! Saya mau pulang! Pulang!!"
"Eh, ngambeknya gini amat yak?!" batin Iqbal. Heran sekaligus geli.
"Kita nggak akan pulang kalo kamu belum tenang. Dan kita tetep akan pulang ke Madina. Bukan ke rumah yang lain."
"Nggak mau. Hiks. Sa-ya ma-u pulang aja. Hiks." Suara Luli mulai menurun. Ia berbalik memunggungi suami yang detik ini sedang ia benci.
Iqbal mendekat, mendekapnya dari belakang.
"Maafin aku ya, sudah merusak hari bahagia kita."
"Huhuhu...." Luli berbalik badan, lalu menangis lagi. Kali ini di pelukan hangat sang suami.
"Kita pulang, setelah kamu tenang. Ada pintu belakang, kalo kamu nggak mau lewat keramaian pengunjung."
"Tapi saya mau pulang ke rumah bapak. Hiks."
"Enggak, Sayang. Kamu udah punya rumah sendiri. Rumahmu adalah aku. Sedih, marah, kesel, ngambek, apapun itu, pulangmu ya ke aku. Nggak cuma pas seneng aja.
"Kita suami istri lho. Jangan karena orang-orang yang nggak penting, jadi merusak suasana hati kamu sendiri. Kamu juaranya, Neng. Mau mantanku selusin pun, mereka bukan apa-apa, bukan siapa-siapa. Cuma masa lalu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Ipar
General Fiction(18+) Marriage Life. Nggak ada adegan berbahaya, tapi banyak jokes dewasa. ------- Spin-off dari "Mendadak Mama". Tapi kalian nggak harus baca MM dulu untuk paham cerita ini. ------- Iqbal Sya'bani (Iqbal). Dosen fakultas teknik yang brillian, tampa...