Part 11.2

14.3K 1.5K 443
                                    

Tak ada sesuatu terjadi tanpa seizin-Nya. Pun sebuah pertemuan tak disengaja, semua sudah diatur Sang Maha Penulis Naskah, yang sekaligus merangkap sebagai Sutradaranya.

--------

Warning:

* 3,9K+ siapin mijon dan kacang rebus boleh tuh :D

*pesawat terbang hampir landing,
biarpun panjang tetep enjoy reading :p

***

"Mi, please, jangan heboh deh, nanti anaknya malu," bisik Iqbal pada ibunya.

"Hehe, sorry, Dek."

Usai memanggil si abah dengan kehebohan yang haqiqi, umi mendekati Luli yang sudah pucat pasi. Plus gemetaran pasti.

"Zulfa, kenalin ini umi saya. Maaf ya, memang suka rada heboh gini." Luli mengangguk kaku.

Gugup tak bisa dihindari. Terlihat jelas bibir Luli bergetar saking paniknya. Ia bahkan tak mengulurkan tangan untuk sekadar bersalaman, apalagi cium tangan.

"M-ma-maaf, Pak. S-saya, emm, s-saya---" Tiba-tiba Luli berlari meninggalkan Iqbal dan kedua orang tuanya.

"Aduh!" gumam Iqbal sambil menepuk jidatnya. Serba salah. Di satu sisi takut Luli tak berkenan, di sisi lain khawatir orang tuanya yang berubah pikiran.

"Nggak kamu kejar, Dek?" tanya abah.
Terlihat bisa memaklumi. Begitupun umi.

"Larinya ke toilet perempuan pasti, Bah. Iq tunggu di depan area toilet aja deh. Tolong dimaafin ya, Bah, Mi. Dia emang gitu, refleksnya suka di luar dugaan."

Iqbal sok paling mengerti tentang bagaimana sang calon istri. Padahal dalam hati, ia sendiri masih menerka apa yang kira-kira akan terjadi setelah ini.

Tak sampai lama di dalam kamar mandi, Luli keluar dengan wajah agak basah. Wajah yang kala itu sukses membuat Iqbal jadi salah tingkah. Lalu tak enak makan tak nyenyak tidur, dan memutuskan mengejarnya untuk diajak menikah.

"Maaf ya. Saya beneran nggak tau kalo abah sama umi juga kondangan di sini." Seperti biasa, Iqbal yang tak pelit kata maaf berusaha menjelaskan begitu Luli keluar dari area khusus wanita.

"Eng-enggak pa-pa, Pak. Saya yang minta maaf."

"Kamu ngapain di dalam? Nggak nangis kan?"

"Eh, eng-enggak, Pak." Luli menggeleng.

"Saya tuh, anu, emm, sebenernya dari habis solat tadi tuh kepengen ke belakang. Tadi tuh keluar dari mushola jalan ke Bapak mau ijin sebentar. Malah ibunya bapak dateng. Saya shock banget. Makanya langsung lari ke toilet, takut ng---"

"Udah, nggak usah diterusin. Saya udah ngerti lanjutannya." Iqbal tertawa.

"Kamu lucu banget sih. Gimana saya nggak makin ---"

"Udah, nggak usah diterusin. Saya tau, ujung-ujungnya Bapak pasti ngegombalin saya."

Mereka berdua tergelak bersama.

"Kamu beneran nggak nangis kan?"

"Enggak, Pak."

"Tapi kenapa muka kamu basah?"

"Oh, itu. Emm, saya itu, emm habis ambil wudhu, Pak. Biar lebih tenang. Jujur, saya gugup tiba-tiba ketemu orang tuanya Bapak di sini."

"Masya Allah. Gimana aku nggak makin jatuh cinta?"

"Maaf ya, Pak. Emm, pasti nilai saya langsung jatuh di depan orang tuanya Bapak ya." Luli tertawa, sedikit sumbang. Menertawakan kekonyolannya kabur begitu saja dari hadapan calon mertua. Sungguh tak ada maksud apapun, dia cuma khawatir akan.... Ah sudahlah.

Mendadak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang