Part 3.

18.2K 1.7K 197
                                    

Selain susah dikasih tahu, orang jatuh cinta juga seringkali konyolnya luar biasa.

***

Iqbal memasuki area parkir dosen yang masih sepi. Seperti biasa, setiap Kamis ia berangkat ke kampus lebih pagi. Sudah dua tahun terakhir ia menyediakan waktu khusus bagi mahasiswa mahasiswi yang ingin berkonsultasi. Tentang apapun, tak melulu soal perkuliahan, curhat pun dia terima. Tak harus bimbingannya, karena untuk yang satu itu, ia selalu ada waktu. Dan semester ini, ia memilih waktu di Kamis pagi, dengan pertimbangan jam mengajar hari itu yang hanya dua sks saja.

Senandung kecil meluncur dari bibir sang dosen muda. Mengayun langkah menuju gedung kampus dengan semangat penuh. Energinya seakan banyak tersisa. Ia tersenyum pada siapapun yang berpapasan dengannya.

Bagi Iqbal hari itu spesial. Siang nanti ia berencana untuk menemui calon bapak mertua. Aish, pe-de amat! Calon mertua katanya.

Sengaja tak membuat janji sebelumnya, ia hanya mengikuti saran Zulfikar untuk mencari sendiri ke kampus FISIP. Fikar sendiri hingga hari ini sepertinya belum bersedia menyampaikan pada bapaknya tentang niat Iqbal berkaitan dengan adiknya.

Aktivitas Iqbal hari itu berjalan lancar. Semesta seakan mendukung keinginannya. Kini ia ada di kampus FISIP, menghampiri segerombol mahasiswi yang mungkin sedang bergosip.

"Assalamualaikum," sapanya ramah.

"Waalaikumussalam." Yang diberi salam menjawab bersahutan. Semua tersenyum demi melihat seorang mas-mas tampan ada di hadapan.

"Maaf, Mbak, mau tanya. Kalau Bapak Rofiq Hidayat mengajar di jurusan apa ya?"

"Masnya mau ketemu beliau?" sahut salah satu dari mbak-mbak itu.

"Betul, Mbak. Tapi saya kurang tahu beliau mengajar di mana?"

"Pak Rofiq ngajar di komunikasi, Mas. Tapi kalau mau ketemu beliau, masnya mending langsung ke dekanat saja. Nanti tanya lagi di sana."

"Oh, baik, Mbak. Terima kasih banyak informasinya."

"Iya, Mas. Sama-sama."

Iqbal mohon diri, satu dua mbak-mbak masih mengamati hingga sosoknya tak terlihat lagi. Ia memilih berjalan kaki, karena tahu gedung dekanat FISIP tak jauh dari tempatnya berada saat ini.

Lagi-lagi keberuntungan berpihak pada Iqbal. Ia tak perlu menunggu untuk menemui sang calon mertua, yang ternyata adalah dekan FISIP di universitasnya.

Begitu memperoleh informasi dari sekuriti dekanat, ia menyempatkan diri untuk mengumpulkan informasi lebih lanjut mengenai beliau yang akan ditemuinya.

"Masya Allah, Zulfikar sama Zulfa bahkan nggak pernah bilang kalo bapaknya ternyata dekan. Mana profesor doktor, guru besar pula." Iqbal merasa makin jatuh hati, bukan hanya pada Luli, tapi juga pada keluarganya yang bersahaja.

"Bismillah," gumamnya sebelum mengetuk pintu.

Sejuknya pendingin udara menyapa wajah Iqbal begitu memasuki ruangan. Tapi wajah dan senyum sesebapak di hadapannya terasa jauh lebih menyejukkan. Yah, namanya juga calon bapak mertua. Dih, tetap kepedean ya.

"Assalamualaikum, Pak Rofiq. Perkenalkan, saya Iqbal. Iqbal Sya'bani. Salah satu staf pengajar di departemen teknik sipil. Dosennya Zulfa, sekaligus sahabatnya Zulfikar." Iqbal memperkenalkan diri dengan ramah, berdua saling berjabat hangat.

"Waalaikumussalam. Masya Allah. ya ya ya, Fikar juga pernah cerita. Malah katanya Mas Iqbal ini yang kemarin bawa Nara ke rumah sakit ya?"

"Nggih, betul, Pak."

Mendadak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang