Chapter 16; Bad Blood

1.6K 186 21
                                    

Holaaa~'
/memberikan pelukan/

Selamat membaca🌸🌸🌸

.

.

.

.

.

.

Jaemin tidak ingat kapan terakhir kali ia tidur nyenyak. Entah faktor apa yang mendorong hal tersebut terjadi, mungkin ranjang seharga jutaan won atau lingkungan tenang yang tercipta sepanjang malam, tidur Jaemin benar - benar nyenyak. Ia bahkan terjaga dengan sendirinya tanpa bantuan dering di ponsel. Celah dari tirai pada dinding menunjukkan warna langit yang sesungguhnya; pagi hari. Pria itu berandai - andai apakah seorang pelayan akan datang dan mengetuk pintu kamarnya, seperti sebuah tayangan drama. Lebih jauh, mereka juga akan membangunkannya dan menuntunnya pergi menuju ruang makan yang telah berhiaskan hidangan lezat.

Namun, dalam sepuluh menit terakhir, tidak ada satu orang pun yang mengetuk pintu. Jaemin lantas merutuki kebodohan imajinasinya sebelum bergerak merapikan ranjang dan beranjak pergi. Bersamaan dengan tangan yang memutar knop pintu, suara serupa datang dari sisi kanannya. Rupanya Renjun sama membuka pintu.

Keduanya spontan menoleh; terkejut. Menyadari apa yang terjadi, Renjun pun terkekeh. “Wah, ini takdir, sih.”

“Kau baru terjaga?”

Renjun mengangguk, tangan bergerak mengusak rambutnya yang kusut. Setelah itu, bagai berbagi isi pikiran, keduanya pergi menuju lantai tiga, tempat di mana dapur bersih berada. Dalam perjalanan, Renjun mengeluh karena dia tidak bisa tidur, mulutnya menggumam soal cuaca yang dingin dan kebisingan hewan - hewan nokturnal yang beraktivitas. Jaemin jelas menyayangkan hal tersebut mengingat kenyamanan yang ia dapatkan semalam penuh. Renjun mungkin sedang tidak beruntung.

Sesampainya di dapur, hanya kekosongan ruang yang menyambut keduanya. Kedua sudut bibir Jaemin tertekuk, mereka tidak mungkin mengambil alih tugas memasak’kan? Karena, hey, ini sebuah resor pribadi. Ayah tidak membayar pelayan untuk hanya berdiam diri. Ia pun menatap Renjun.

“Apa?” Semprot sang kakak.

“Hanya kita yang sarapan? Bruh?”

Jaemin tanpa sadar merentangkan tangan, sekadar menggambarkan betapa luasnya ruangan tersebut tanpa kehadiran saudara - saudaranya. Renjun hanya menghela napas sebelum memacu langkah. “Biar aku yang membangunkan anak - anak.”

Baru dua langkah pria itu lakoni, Jaemin langsung menghadangnya. “Gunting-batu-kertas. Yang kalah membangunkan ayah, yang menang membangunkan anak - anak.” Bersamaan dengan itu, keduanya pun melempar tangan di udara. Gunting milik Renjun dikalahkan batu milik Jaemin.

“Yeaay!” Jaemin langsung bersorak sebelum menertawakan Renjun yang membeku di tempat, tampak tidak mempercayai kesialannya di pagi hari.

“Semoga berhasil!” Jaemin pun memeletkan lidah sebelum beranjak pergi menuju tempat di mana kamar Jisung dan Haechan berada, meninggalkan Renjun yang tengah merotasikan kedua bola mata; jengah.

Jaemin memutuskan untuk membangunkan Jisung terlebih dahulu sebelum nantinya beralih menuju kamar Haechan. Beruntung sang adik telah berjaga dan mengikuti perintahnya untuk pergi ke dapur. Jisung memberikannya pelukan singkat sebagai sapaan di pagi sebelum menghilang di balik lorong. Kala Jisung menghilang, tersisa Jaemin yang berdiri di depan kamar Haechan. Ia mengetuknya, tetapi tidak ada balasan apa pun.

BROTHERS - Park Jisung ft 00 lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang