🌟🌌🌠
I'm finally reach out my self.
🌸🌸🌸
.
.
.
.
.
.
Bel pulang tidak berhasil menyulut otak Jisung untuk membawa sel saraf motorik dalam menggerakan tungkai kakinya. Suara decitan besi beradu memenuhi ruangan kala para siswa bergegas pulang mengingat tidak adanya jadwal bimbingan belajar. Yuna salah satunya, sampai gadis itu menyadari bahwa meja Jisung masih berantakan dan sang empu sendiri tengah mematung di kursi. Temannya, Yeri, sudah memanggil dari ambang pintu, tetapi Yuna berkilah bahwa ia meninggalkan barang berharganya di meja dan menyuruh sang teman untuk tidak menunggunya. Sepuluh menit, kini hanya tersisa keduanya di kelas.
“Tidak usah dipikirkan, Jisung-ah. Lebih baik kita pulang sekarang.”
Suara Yuna mengalun, menyadarkan Jisung bahwa semua peralatan tulisnya telah dirapikan. Pria itu mendongak, menemukan sang teman tengah menatapnya dengan khawatir. Jisung lantas menghela napas. Tanpa suara, tangannya bergerak memasukan peralatan tulis ke dalam tas. Meski demikian, ia tetap tidak beranjak pergi.
Niat Yuna untuk meninggalkan kelas semakin terurung saat menyadari Jisung tidak akan pulang dengan mudah.
“Jisung-ah.” Yuna berujar lembut.
“Aku tahu bibi Yuri memang sudah berkeluarga, tetapi aku tidak percaya anaknya bersekolah di sini.” Bibir Jisung bergerak bersamaan dengan tatapannya yang jatuh pada lantai.
Yuna terdiam bersama segenap rasa asing yang melingkupi hatinya. Suasana kelas telah hening, didukung dengan keadaan situasi kelam seperti ini, Yuna berpikir bahwa waktu berjalan amat lambat. Gadis itu yakin Jisung tengah mengalami waktu yang sulit. Kerumitan hubungan saudaranya sudah cukup mengganggu pikiran sang teman, tidak dengan satu masalah lain yang lebih sensitif dan menguras tenaga. Masih teringat dalam kepala Yuna bagaimana gadis bernama Hyewon itu pergi begitu saja setelah meninggalkan Jisung dalam keadaan terkejut. Pria itu sudah sepenuhnya tidak fokus pada pembelajaran sampai bel pulang berbunyi.
Yuna ingin melangkah lebih jauh, tetapi dia merasa tidak memiliki hak untuk ikut campur. Baginya, masalah tentang orang tua bukanlah sesuatu yang dapat diusik oleh orang lain, terlebih selama Jisung berbagi cerita, mereka hanya berhenti pada lingkup persaudaraan, bukan ibu dan ayah.
Akan tetapi, melihat Jisung yang tampak pasif juga sangat menganggunya.
“Jisung-ah.”
Yuna merapikan rambut sebelum memberanikan diri bersimpuh di hadapan meja Jisung, sukses mengintrupsi kegiatan pria itu menatap lantai. Kini keduanya saling berkontak mata. Bodohnya, jantung Yuna justru berdegup kencang.
“Aku tidak tahu ini akan membantumu atau tidak, tapi bagaimana jika kau berbicara dengan ayahmu? Aku pikir akan lebih baik jika kau mengetahuinya langsung darinya.”
Jisung terdiam, tetapi Yuna dapat melihat pria itu menimbang sarannya atas gerak tubuh dan sorot matanya yang berubah. Maka ia pun membiarkan sang teman kembali berkutat dengan pikirannya. Kelas lantas berubah semakin sunyi, tetapi di balik itu, tatapan milik Yuna bersuara dalam sorot teduh yang nyata. Sayang, Jisung tidak menyadarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHERS - Park Jisung ft 00 line
Fanfiction[TAMAT] Bersaudara itu tentang komitmen, bukan? Tentang menerima setiap pribadi yang berbeda dan menyatukannya menjadi sebuah kesatuan; keluarga. Jisung belajar banyak hal bersama hyung - hyungnya, tentang dunia yang bukan hanya berkedok istana meg...