Lubi telah sampai dirumah ia membuka pintu dengan dorongan bahu sebab tanganya membantu Catur untuk berjalan.
Belum sempat didorong, pintu itu telah ditarik dari dalam. Di sana sudah ada Sarah yang menatap sengit pada Lubi namun, tatapanya beralih menjadi sayu ketika Catur di penuhi darah dan lebam.
Sarah langsung membaringkan Catur di kursi.
Plakkk!!
Tidak ada angin ataupun hujan, Sarah menampar Lubi. Lubi memegangi pipinya sembari memandang Sarah bingung.
"Kenapa mama nampar aku?" tanya Lubi.
"Ini salah kamu 'kan, anak saya jadi begini?!"
"Apa?" Lubi mencuri pandang pada Catur. Kenapa dirinya yang di salah kan? Bukankah titik awal masalah ini dia yang berbuat, dan seharusnya Lubi yang memarahi Catur bukan dirinya yang mendapat amarah dari Sarah.
Lubi segera mendekati Sarah menjelaskan kebenaran asli, tetapi itu hanya diabaikan setelah Sarah membalasnya dengan cacian.
"Bukan salah aku ma, abang kaya gini karena salahnya sendiri. Dia berkelahi dengan pria di sekolah. Kalau mama nggak percaya tanyakan saja sendiri," terang Lubi.
"Mulai berani menjawab?!" sarkas Sarah pada Lubi.
"Mama udah berhenti! " peringat Catur ia mencoba berdiri meleraikan pertengkaran itu.
Lubi tertawa hambar. "Sebenarnya apa yang diinginkan mama? Aku jawab salah, aku abaikan salah."
Plakk!!
Catur segera memeluk Lubi melindunginya dengan punggungnya. Tamparan yang seharusnya tertuju pada Lubi kini mendarat di belakang kepalanya. Alhasil sakit yang berdenyut nyeri kini bertambah, sampai-sampai tubuh itu oleng dan jatuh dalam pelukan Lubi.
"Bang!"
"Catur!!"
Tubuh Catur tumbang, Sarah segera membawanya ke kamar. Setelah sampai di kamar, Sarah menatap Lubi penuh lelah.
Sarah menarik Lubi menjauhi kamar Catur, Lubi meringis kesakitan dikala dirinya sedikit terseret. Sarah melepaskan Lubi tiba-tiba membuat kening Lubi terbentur dengan ujung meja.
Darah keluar, Sarah yang melihatnya sedikit tak tega. Tangannya hampir menolong gadis itu, akan tetapi rasa kekesalan itu mengigatkannya untuk membiarkan saja.
"Puas kamu?! Saya ingatkan lagi Lubi, kamu itu hanya numpang disini jadi jangan pernah berniat memerahi anak saya ataupun menyalahkan anak saya jika dia berbuat salah. Karena ujung-ujungnya, itu tetap salah kamu."
Lubi yang tadinya menunduk mendongakan kepalanya. "Apa gunanya Aku di mata mama, semua yang aku perbuat, baik itu prilaku baik ataupun jahat, di mata mama aku selalu salah." Lubi memandang langit-langit mencoba menahan tangisan yang siap keluar. "Mama ingat nggak waktu itu, bang Catur jatuh dari sepeda dan mama nyalahin aku. Padahal jelas-jelas aku di rumah, nggak ada sangkut pautnya sama jatuhnya bang Catur. Tapi mama tetep nyalahin aku, sebenci itu kah mama sama Lubi?"
Lubi ingat waktu itu kala Catur jatuh dari sepeda, dan Sarah langsung memarahinya. Kemarahan Sarah sangat tidak masuk logika, Catur jatuh ketika di taman, sedangkan posisi Lubi ada di rumah membantu Sarah. Akan tetapi Sarah tetap menyalahkan Lubi meskipun dia tak berbuat kesalahan. Jadi sudah dipungkiri bahwa kesalahan Catur akan ditanggung oleh Lubi.
Lubi kecil meringkuk memegangi lututnya setelah Sarah memarahinya. Sampai kemudian Catur datang memeluknya dan meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat mamanya. Dan Itu terkadi sampai sekarang. Itulah sebabnya Catur merupakan laki-laki yang tersayang bagi Lubi, menomor satukan ketimbang pacarnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku pergi (On Going)
Teen FictionBagaimana tanggapanmu berpacaran hanya satu hari lalu putus tanpa ada sebab? Dan bagaimana perasaanmu dikala tahu bahwa itu hanya taruhan saja? ________ "Gue gak mau, gue gak mau kita putus, yang berhak mutusin itu cuma gue. jadi, mau sampai kapanp...