30

630 71 30
                                    

Putar dulu mumed nya okey.
🎼kamu dan kenangan🎼

Pertama kalinya Lubi berlari menuju kelas. Gadis itu mengecek jam tangan, ia takut jika dirinya akan telat. Namun sesampainya di sana ternyata semua murid masih berkeliaran, itu artinya bel masuk belum berbunyi.

Lubi mengambil napas panjang, lalu berjalan lagi melewari koridor yang Sangat sepi. Alisnya tiba-tiba bertaut melihat orang yang berjalan di depannya.

Lubi mengenalnya, ia tahu orang itu. Lantas, ia berlari menghampiri orang itu. Yang di panggil terus saja berjalan seolah-olah tidak mendengar apapun.

"Tunggu!"

Akhirnya, orang itu menoleh. Lubi tersenyum senang, napasnya ia atur untuk berbicara.

"Lo kenapa di sini?"

"Lo nggak jadi berangkat?"

"Aldian?"

Aldian hanya tersenyum. Ia mengusap pipi Lubi lembut kemudian menggeleng.

"Jadi lo ngeprank gue?" tanya Lubi.

Lagi-lagi Aldian hanya tersenyum.

Lubi menepis tangan kasar Aldian, ia menyorot tak suka. Jadi Aldian hanya berbohong pasal perpindahannya ke Inggris? Sungguh, ini tidak lucu.

Padahal, semalaman ia menangisi kepergian Aldian. Namun ini balasannya? Percuma saja Lubi membuang air mata.

"Lubi!" teriak seseorang memanggil namanya. Lubi membalikan badannya mendapati Navin yang tengah berlari.

"Lo nggak sekolah?" tanya Lubi heran saat pakaian yang di kenakan Navin bukan seragam sekolah.

"Ikut gue," ucap Navin tho the point.

"Kemana?"

"Lo gak perlu nanya,"

"Tapi gue mau sekolah," sangkal Lubi menarik tangannya.

Navin membuang napas kasar. "Gue mohon."

Dari raut wajah Navin sepertinya ada masalah serius. Lubi pun menyetujuinya.

"Al, gue-" Lubi terkejut saat Aldian tidak ada di hadapannya. Kemana dia?

Matanya terus berkeliling ke belakang dengan Navin yang terus menuntunya untuk berjalan.

"Mungkin dia ke kelas," gumam Lubi.

_______

Langkah Navin semakin cepat membuat Lubi pun harus berlari untuk menyamai kakinya dengan Navin. Sedari tadi Lubi terus bertanya namun Navin hanya diam, sebenarnya apa yang terjadi?

Lubi semakin bingung saat Navin membawa dirinya ke rumah sakit. Dan seketika itu juga, perasaan khawatir terbesit dalam diri Lubi.

"Vin, sebenarnya ada apa sih?" tanya Lubi.

Navin berhenti tepat di depan pintu kamar. Cowok itu memijat pangkal hidungnya. "Gue mohon lo yang sabar,"

"Sabar? Maksudnya?" Lubi semakin di buat tak mengerti.

"Tunggu tunggu Kristal di mana? Dia baik-baik aja kan? Kristal nggak papa kan? Ha?" Lubi mengguncangkan tubuh Navin.

"Kristal baik-baik aja kan?"

Navin menggelengkan kepalanya, untuk sesaat wajah Lubi menegang. Ia memundurkan langkahnya kemudian mendobrak pintu tersebut.

Alangkah terkejutnya Lubi saat melihat orang-orang di sana.
"Loh Kristal," ucap Lubi saat matanya berpatok pada Kristal.

Lubi menggelengkan kepalanya, jika Kristal baik-baik saja, lalu?

Gadis itu menangkap seorang pria yang terbaring lemah. Perlahan Lubi melangkahkan kakinya untuk mendekat.

Tubuh Lubi menegang, ia membekap mulutnya saat orang itu adalah Aldian. "Nggak, ini nggak mungkin." bantah Lubi.

"Aldian kecelakaan tepat pada waktu dia mau berangkat ke penerbangan." Dengan satu tarik napasan Kristal berucap.

"Aldian itu baik-baik aja! Barusan gue ketemu dia di koridor!"

"Dia ngeprank gue Kristal!"

"Aldian tadi ngusap pipi gue!?"

Lubi terduduk lemas, ilusi macam apa ini?

Beberapa Dokter masuk, menyuruh semua orang untuk tidak mengerumuni pasien.

Kini tinggalah Lubi seorang, ia memadang wajah Aldian yang Sangat pucat. Dengan masker oksigen yang terpasang di wajahnya, di tambah kepala yang di baluti kain, Lubi menggigit tanganya.

Mata gadis itu sudah berkaca-kaca, lantas ia menghampiri Aldian. Di genggamnya tangan Aldian yang penuh dengan alat-alat rumah sakit.

"Katanya mau pergi ke Inggris, kok malah ke sini sih?"

"Gue mohon, buka Mata lo Al."

Lubi menggigit bibir bawahnya sembari memandang langit-langit.
"Jadi ini maksud lo pengen ketemu gue kemarin? Lo selalu ngucapin kalau lo mau pergi. Lo selalu peluk gue. Tapi tolong jangan sampai pergi dari gue."

Aldian tidak merespon apapun, mata yang selalu menyorot dengan teduh kini terpejam tenang.

"Kemarin, lo masih bisa bercanda sama gue. Kemarin, lo selalu nanya kalau gue masih suka sama lo apa nggak, dan jawabanya iya Al!"

Lubi semakin tidak bisa mengendalikan tubuhnya, ia lemas! Ia tidak bisa mempercayai ini semua.

Gadis itu memeluk tubuh Aldian, menempatkan keningnya di kening Aldian kemudian membisikan sesuatu. "Asal lo tahu, nggak ada satu pria pun yang gue cintai selain lo."

Mendadak monitor berbunyi nyaring, Lubi mendongak memperhentikan angka yang tertera pada monitor semakin mengurang dan berakhir pada nol. Darahnya seakan berhenti mengalir, air mata nya kian membajir.

Lubi mengusap air matanya kasar berteriak memanggil Dokter. "DOKTER! ALDIAN DOKTER! DOKTER ALDIAN, DOK!"

"ALDIAN BANGUN! GUE NYURUH LO BANGUN! GUE BILANG BANGUNNNNN!" Lubi memekik di tempat.

Lubi meraskaan sesak yang amat hebat, ia terus menggenggam tangan Aldian yang mulai terasa dingin. "Ku mohon jangan ambil dia Tuhan, ku mohon."

Gadis itu terus mengguncang-guncangkan tubuh Aldian yang sekarang tidak bergerak sedikitpun. "ALDIAN JANGAN TINGGALIN GUE! GUE MINTA MAAF, ANDIAN PLISS BUKA MATA LO!"

Tidak ada respon dari pria itu, Lubi semakin tak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Sampai pada akhirnya beberapa dokter dan suster datang dan menarik Lubi untuk menjauh. "ALDIAN! GUE BUTUH LO, LO HARUS YAKIN BANYAK YANG SAYANG SAMA LO! JANGAN PERGI GITU AJA AL! AYO BANGUN!"

Lubi membekap mulutnya, menyandarkan tubuhnya ke dinding. Memperhentikan Aldian yang tengah di tangani oleh dokter.

Dokter itu menggosok-gosokan alat kejut jantung menempatkan di dada Aldian sampai tubuh pria itu terangkat ke atas.

Satu sampai dua kali percobaan terus gagal dan untuk ketiga kali nya........














































Sampai ketemu di part selanjutnya.
Babay, komen ya nanti aku lanjutnya cepet.

Aku pergi (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang