SO2-O2H-OH- -O3-OH-H-O2H

826 76 33
                                    

Lubi termenung di kelas, ia menumpukan kepalanya di atas tangan. Matanya terpejam sesaat, membiarkan rasa kantuknya hilang sekejap.

Lalu tiba-tiba tangan putih terulur, seketika Lubi mendongak sembari menatap bingung.

"Kemarin kita belum kenalan, lo masih inget gue?"

Alis Lubi bertaut. "Nggak," balasnya acuh.

"Kenalin nama gue Fazian Kabir mandar. Boleh duduk deket lo?" ucap pria itu.

"Nggak, ini tempat Kimberly. Lagian dibelakang 'kan masih kosong kenapa nggak disitu."

"Gue pengennya disini, boleh? Temen lo katanya mau ganti posisi," ucapnya sembari melirik Kimberly. Kimberley hanya mengangguk.

"Gue ganti posisi aja ya, Bi. Ian deket lo, dia lagi ngikutin program Osis, palingan cuma beberapa minggu," kata Kimberly, Lubi menurut saja.

Ian meletakan tas sekolahnya, berkali-kali ia mencuri pandang pada Lubi. Lubi yang sadar sedang diperhatikan, posisinya berubah menghadap pada Ian.

"Lo ngapain sih liatin gue!" risih Lubi.

Ian tersentak, baru kali ini ada gadis yang tak tertarik padanya. Padahal di SMA-nya Ian banyak di gandrungi kamu hawa.

"Gue belum tahu nama lo, kemarin sempet ketemu tapi kayaknya, lo lagi buru-buru."

"Kemarin?" beo Lubi.

"Iya, yang lo nubruk gue."

Lubi teringat. Ia mengambil buku lalu menyerahkannya pada Ian. Yang menerima alisnya berkerut. "Maksudnya?"

Lubi memutar bola matanya malas. "Itu ada nama gue, lo baca!" titahnya.

"Saking malesnya lo gak mau bilang langsung dari mulut," cibir Ian sambil membaca nama yang tertera.

"Lagi gak mood intro diri. Habis ini jangan minta foto gue!"

Ian terkekeh. "Nggak akan."

_____

Lubi berdiri di gudang dengan tangan bersedekap dada, di depannya ada pria yang sedari tadi menghancurkan barang-barang yang tergeletak di sana.

Waktu jam pelajaran ke dua, Kristal memberitahu Lubi kalau Aldian berkelahi. Sebab perkelahian itu adalah ada adik kelas yang tak sengaja menumpahkan jus di buku matematikanya.

Lubi memberanikan diri untuk menghampiri Aldian. Satu buku tebal hampir saja mengenainya namun, Lubi berhasil mengelak. Ia terus melanjutkan langkahnya.

"Al."

Satu kali di abaikan.

"Aldian," panggil Lubi lembut.

"Aldian udah, ya. Nanti tangan lo sakit."

Seakan terhipnotis suara gadis itu,
Aldian memberhentikan aksi memukul dinding. Ia memalingkan wajahnya enggan menatap Lubi.
"Pergi!! Sebelum barang-barang disini kena lo," perintah Aldian tegas.

"Lo kenapa?" Lubi mengabaikan ucapan cowok itu. Ia menyuruh Aldian untuk duduk lewat tatapan mata.

Kini mereka duduk saling berhadapan, Lubi terus saja memperhatikan Aldian. Sedang Aldian membuang mukanya.

"Gue nyuruh lo per–" Aldian menggantung ucapanya saat Lubi memeluknya.

"Dari novel yang gue baca, katanya orang yang lagi marah kalau dipeluk langsung diem," tutur Lubi, Aldian tersenyum tipis ingin membalas namun tak berhasil setelah Lubi memundurkan tubuhnya.

Aku pergi (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang