33

371 32 6
                                    

Kabar kecelakaan Aldian memang langsung tersebar di sekolah. Dari sebagian mereka hampir ingin ke rumah sakit untuk sekedar tau keadaan Aldian. Namun, Navin memberitahu pada mereka jikalau Aldian sudah baik-baik saja.

Bahkan tidak hanya itu, mereka di kejutkan kabar jikalau Aldian dan Lubi sekarang pacaran. Tidak tahu apa sebabnya, hanya saja para kaum hawa merasa patah hati.

Hati Lubi sangat senang, ia tidak menyangka Aldian akan semanis ini. Padahal, untuk memimpikan saja dulu tak pernah terwujudi. Ya seperti ini, sejak dari parkiran sampai ke ruangan kelas Lubi, Aldian terus saja menggenggam tangan Lubi.

"Betah banget ya lo genggam tangan gue," todong Lubi.

"Biar gak nyasar."

"Anjir!" umpat Lubi.

"Sebentar lagi kita bakalan naik kelas dan lulus nantinya. Lo mau jadi apa?" tanya Aldian basa-basi.

Lubi membasahi bibirnya. "Dokter. Gue pengen jadi dokter biar kalau lo kenapa-napa gue bisa tolong. Gue takut banget kemarin," ujar Lubi.

Aldian mengacak-acak rambut Lubi membuat si pemilik mendengus. "Lo apa-apaan sih!"

Lubi menyisir rambutnya untuk merapikan. "Nah kan rambut gue acak-acakan."

Aldian menghentikan langkahnya. "Sini gue tiup fyuhhh."

Manik mata Lubi terus memperhatikan Aldian sampai bibirnya melengkung membentuk senyuman.

"Dor!" Seseorang berhasil mengagetkan Lubi. Siapa lagi jika bukan ulah Kritis dan Navin.

"Jadian kapan kalian? Pajaknya kalau gitu. Sini!" pinta Kristal memaksa.

"Pajak apaan? Pemaksaan mah iya," nyinyir Lubi.

"Lo mending jadi pendiam aja deh, kesel banget kalau sikap lo kayak dulu lagi," Kristal balik tak terima.

"Bodo!"

***

"Lo beneran mau pindah Yan?" tanya Lubi. Ian terus membereskan sisa-sisa barangnya. Cowok itu menoleh dan kemudian mengangguk.

"Kenapa nggak di sini aja?"

"Program gue udah selesai Bi, kini giliran gue balik ke SMA gue. Dan Harun juga bakal ke sini lagi," ujar Ian.

Lubi merebut buku yang akan Ian ambil. Menyembunyikannya ke belakang. "Lalu kenapa lo nggak pindah aja ke sini?"

Ian menghela napas berat. "Semakin gue di sini, semakin gue gak rela liat lo sama orang lain."

Lubi menautkan alisnya. "Maksudnya?"

"Gue suka sama lo, gue cinta!" lontar Ian cepat.

"Itu sebabnya, gue gak mau lebih lama lagi di sini. Gue sadar, Aldian lebih pantas buat lo."

Lubi memeluk Ian, sedangkan Ian ia terdiam sebentar. Lalu membalas pelukan Lubi.

"Maaf dan makasih."

"Untuk?"

"Maaf untuk gue gak bisa balas perasaan lo, dan makasih buat lo yang selalu dukung gue."

Ian terkekeh. "Gak perlu. Oh ya, gue mau langsung pergi. Sekalian mau minta tanda tangan buat formulir gue,"

Ian beranjak pergi, tertahan saat Aldian berdiri di depan pintu. "Selamat. Lo yang menang," ujar Ian.

Ian menepuk pundak Aldian. "Jaga Lubi, awas kalau dia sampai kenapa-kenapa gue bakal balik ke sini dan gue akan rebut dia dari lo."

Aku pergi (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang