terlahir untuk di salahkan

9.4K 1.3K 126
                                    

***

"Ayah" seru Jaemin semangat saat melihat ayahnya memasuki ruang rawat Jeno

"Loh kalian kenapa belum tidur?" Tanya sang ayah sambil memeluk Jaemin

"Baru selesai makan" ujar Jaemin sambil mengeratkan pelukannya

"Kamu tahu bergadang itu gabaik buat kesehatan jantung" ujar ayah

"Tau ayaaah, tapi Jeno butuh di temenin" ujar Jaemin

"Maaf ayah" ujar Jeno merasa bersalah

Ayah pun tersenyum lalu mengusap rambut Jeno

"Udah baikan?"

"Lumayan, ayah kapan pulang kesini?"

"Baru aja, ayah kangen sama anak anak ayah" ujar ayah sambil tersenyum

"Ayah ga capek? Dari bandara langsung kesini, subuh subuh lagi"

"Untuk anak anak ayah apa yang engga sih"

"Aaahh ayah... Bisa aja, kalau ada Renjun pasti ayah dibilangin drama"

"Oh iyaa, ngomong ngomong kalian tau Renjun sakit?"

"Tau" jawab mereka serentak

"Terus kenapa gaada yang jagain Renjun?"

"Udah tadi, tapi katanya dia mau tidur di kamar sendirian, jadi kita-"

"Tidur? Tadi dia collapse lagi, tapi di taman sebrang rumah sakit"

"Hah?" Ujar ketiganya kaget

"Terus Renjun"

"Oke oke, ini bukan waktunya" ujar ayah yang sadar dirinya keceplosan

"Renjun udah ditanganin sama dokter lain, ini waktunya kalian istirahat, ayah gamau kalian malah ganti gantian sakitnya, urusan Renjun biar teman ayah yang nanganin"

"Memangnya psikiater bisa nanganin orang asma?" Tanya Jaemin polos

"Memangnya teman ayah psikiater? Walau ayah psikiater bukan berarti ayah ga punya teman dokter kan"

Jaemin pun terkekeh

"Yaudah lah, Renjun juga pasti kuat" ujar Haechan pelan walau sebenarnya ia juga cemas

"Yaudah kalian tidur gih, ayah mau ke ruangan Renjun dulu"

"Titip Renjun ya ayah" ujar Jaemin

Ayah pun mengangguk lalu tersenyum

***

Brak

Papa tersentak di tempatnya saat Dokter Donghae meletakkan sebuah map berisi hasil lab Renjun

"Baca!"

Papa pun menurut lalu membacanya, ia menghela nafasnya saat membaca hasil lab tersebut

"Reaksi kamu seakan tau kalau Renjun merokok" ujar Donghae

"Aku baru tau tadi mas" ujar papa

"Saya tahu kamu benci sama dia, tapi dia tetap anak mu Mike, apapun yang terjadi dia anak mu, kamu tahu Sarah meninggal demi mempertahankan dia"

"Mas, stop bahas Sarah" ujar Mike

"GIMANA BISA BERHENTI!?"

"Bertahun tahun kamu buat seakan dia orang yang paling bersalah disini! Dari kecil dia hidup di balik bayang bayang pembunuh yang kamu ciptain seenak jidat"

"Renjun itu bagian dari perjuangan Sarah, kamu ga mikir apa? Orang yang Sarah perjuangan sampe detik terakhir hidupnya malah kamu sia siain kaya gini"

"Aku pernah kehilangan anak Mike, rasanya jauh lebih sakit dari pada kehilangan istri mu"

"Gaada yang lebih sakit dari kehilangan sarah mas"

"Karna kamu belum pernah kehilangan anak mu!" Bentak Donghae

"Gimana rasa nyesalnya dan sakitnya ga ngelewatin hari hari mu sama dia, gimana kangennya kamu lihat tumbuh kembangnya dia, gimana malunya perasaan kamu nantinya saat ingat ga memberikan yang terbaik untuk anak kamu"

"Dan gimana sakitnya-"

"Cukup mas" ujar papa jengah

"Gaada yang bisa ngalahin rasa sakitnya kehilangan sarah" ujar papa sungguh sungguh

Donghae menggeleng pelan, adiknya ini benar benar keras kepala

"Kalau memang kamu gamau ngerawat Renjun, biarkan dia hidup sama ku Mike, aku bakalan rawat di sungguh sungguh, layaknya seorang ayah, bukan orang yang ngecap dia sebagai pembunuh"

"Berhenti nyalahin aku terus mas! Aku juga gamau hidup kaya gini"

"Kalo kamu gamau seharusnya kamu berubah!"

"Terus aku harus gimana!? Cuman Sarah mas! Cuman Sarah yang bisa ngertiin aku, cuman Sarah, bener bener cuman Sarah, bahkan mas pun gabisa ngelakuin hal itu"

"Dan lagi! Berhenti berlagak seakan akan mas pernah ketemu anak mas!" Tegas papa

Donghae terdiam, tangannya terkepal samar, rahangnya juga mengeras

"Keluar" ujar Donghae dingin

"Mas, bukan gitu maksud"

"KELUAR!"

Papa hanya bisa pasrah dan menurut, mau tidak mau ia pun memilih untuk keluar saja

"ARRGHH" Erang Donghae sambil menjatuhkan semua barang barang di mejanya

"SIALAN!"

***

Papa melangkah gontai kearah ruang rawat Renjun

Ia ingin pulang tapi entah kenapa kakinya membawanya kesini

Langkahnya terhenti saat melihat ayah jaemin berdiri disana

"Anda siapa?" Tanya papa

"Eng? Oh anda papanya Renjun?" Tanya ayah jaemin

Papa pun mengangguk

"Oh, saya ayahnya Jaemin, hanya mampir sebentar" ujar ayah sopan

"Kalau sudah tidak ada urusan silahkan keluar" ujar papa dingin

Ayah jaemin hanya tersenyum, pekerjaannya sebagai psikiater membuatnya bisa mengontrol emosinya sendiri

"Titip Renjun" ujarnya lalu pergi

Papa mendengus sebal, kenapa semua orang terasa menyebalkan malam ini

Diliriknya Renjun yang terpejam dengan masker oksigen yang masih terpasang di wajahnya

Bahkan saat tertidur Renjun masih kelihatan kesakitan untuk menarik nafas

Tiba tiba perasaan bersalah itu kembali muncul

Di elusnya pipi tirus Renjun lalu digenggamnya tangan Renjun yang begitu mungil

Papa tidak tahu kapan terakhir ia menggenggam tangan Renjun, atau mungkin tidak pernah

Ia tidak menyangka Renjun sudah tumbuh besar secepat ini, walaupun pertumbuhan Renjun sedikit lebih lambat dari teman temannya tapi entah bagaimana papa merasa Renjun tumbuh terlalu cepat

Bagi papa Renjun itu benar benar mirip dengan mama, matanya, dagunya, suaranya, bibirnya, senyumnya, segalanya tentang Renjun itu sama dengan mamanya

Bagai lahir untuk menjadi orang baru, Renjun lah Sarah di dunia sekarang

Mendadak papa jadi sangat rindu dengan mendiang istrinya

Belasan tahun ia hidup menyalahkan Renjun atas kematian sang istri, belasan tahun juga ia mengacuhkan Renjun

"Seharusnya kamu ga lahir"

best brother [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang