***
"Dokter, Jeno kenapa?" Tanya Jaemin to the point saat dokter keluar dari ruang rawat Jeno
"Kondisinya masih belum stabil, kami baru saja menyuntikkan obat penenang dosis rendah, sepertinya belum boleh di jenguk"
"Dari kalian, mana wali Jeno?" Tanya dokter tersebut
"Kami, kami teman Jeno" ujar Haechan
"Jangan bodoh, jaem telfon bunda, suruh kesini, kita gabisa jadi wali Jeno" ujar Renjun
Jaemin pun mengangguk setuju, ia buru buru mengeluarkan ponselnya dan menelfon bundanya
"Kalau walinya sudah datang tolong langsung ke ruangan saya, banyak yang harus saya bicarakan" ujar dokter tersebut lalu pergi begitu saja
Setelah berhasil menghubungi bundanya mereka pun kembali melakukan aktivitas yang tadi sempat tertunda yaitu mengintip Jeno dari jendela
Tadi Jeno sempat kena serangan panik entah kenapa, jadi mereka tidak di perbolehkan untuk dekat dengan Jeno dalam jangka waktu yang belum di tentukan
Hampir 20 menit mereka habiskan untuk menyaksikan tubuh teman mereka terbaring lemah di ranjang sana tanpa ada yang berani masuk ke dalam
"Jaemin" panggil bundanya
"Bunda" seru jaemin langsung memeluk bundanya
"Tenang dulu sayang" ujar sang bunda
"Bunda... Jeno..." Lirih jaemin
"Bunda, dokter bilang ada yang harus dibicarain" ujar Renjun
Bunda mengangguk mengerti lalu melepas pelukan Jaemin
"Kalian tunggu disini dulu yaa. Renjun bisa temani bunda?"
Renjun mengangguk
"Bakalan gue kasih tau ntar apankata dokter" ujar Renjun membuat haechan dan jaemin mengangguk
***
"Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa banyak lebam lebam di badan pasien, ada bendolan di kepalanya akibat terbentur sesuatu, badannya juga memerah akibat di pukul dengan benda tumpul"
Bunda meremat tangan Renjun mencoba menahan tangisnya, baginya Renjun, Jeno dan Haechan sudah seperti anaknya sendiri
"Terlebih lagi, bagian duburnya nampak luka dan bengkak" ujar sang dokter
Nafas Renjun terasa tercekat, kali ini berganti ia meremat tangan bunda kuat
Entah bagaimana Renjun jadi panik sendiri, tiba tiba ia teringat kejadian masa kecilnya saat ia menyaksikan ayah Jeno sedang melakukan hal tidak senonoh kepada jeno
"Bunda" lirih Renjun sambil mendekatkan dirinya kepada bunda
Bunda menoleh kearah Renjun yang sudah basah dengan keringat, wajahnya jauh lebih pucat di bandingkan tadi
"Dan yabg terakhir, saya butuh pemeriksaan lebih lanjut untuk memeriksa apakah psikis Jeno juga terluka"
"Maksudnya dok?"
"Kita harus membawa jeno ke psikiater, kejadian yang menimpanya bukan hanya melukai fisiknya tapi juga berpengaruh terhadap psikisnya, kita masih belum tau apa penyebab dari ini semua, saran saya lebih baik kita serahkan semuanya ke pihak yang berwajib berhubung anda juga bukan orang tua kandung pasien"
***
"Tenang dulu ya sayang, nanti kamu juga ikut sakit" ujar bunda sambil mengelus rambut Jaemin
Mata anak itu sudah sembab karna menangis
"Minggu depan ayah bakalan balik ke Indonesia, dia janji bakalan bantu proses pengobatan Jeno"
Jaemin mengangguk, sedikit bersyukur karna ayahnya seorang psikiater, padahal dulu ia sempat mengoceh kenapa ayahnya tidak jadi dokter bedah saja biar mudah nantinya saat ia mendapatkan donor
"Jeno anak yang kuat, dia pasti sembuh" ujar Bunda sambil mengelus pipi Haechan dan jaemin
"Sekarang mendingan kalian samperin Renjun, kayanya dia masih shock" ujar bunda
Haechan dan Jaemin baru sadar kalau dari tadi mereka tidak melihat keberadaan Renjun
"Renjun dimana Bun?"
"Bunda juga kurang tau, dari keluar ruang dokter kita langsung pisah
***
Renjun melangkah gontai memasuki rumahnya
Beberapa maid nampak menyambutnya ramah namun Renjun tak perduli
Ia berjalan menuju sofa lalu mengeluarkan kotak rokoknya
Kecil kecil begini ia sudah sangat bergantung dengan nikotin satu ini walau efeknya sangat buruk bagi tubuhnya
Ia menyebat batang itu dengan santai tanpa peduli sekarang ia sedang berada di rumah
Setelah keluar dari ruangan dokter tadi Renjun langsung izin ke kamar mandi padahal nyatanya ia mencari tempat untuk menenangkan diri
Karna belakangan ini semua tempat ramai Renjun jadi bingung dan memutuskan untuk langsung pulang saja kerumah
Renjun mengusap dadanya pelan karna sesak tapi tetap melakukan hal berbahaya tersebut
"Agh anjing! Kenapa sih!" Umpat Renjun karna sesaknya kian memburuk
"Uhuk uhuk uhuk"
Renjun memukul mukul dadanya pelan sambil menegakkan badannya
"Shit" gumamnya sambil memejamkan matanya
Ssrrrkk
Mata Renjun membulat sempurna saat seseorang menarik rokok ditangannya lalu merematnya dengan tangan kosong
"Pa- uhuk uhuk uhuk"
Renjun terbatuk keras, dadanya benar benar sesak, ia buru buru merogoh kantongnya untuk mencari inhaler
Setelah ketemu dengan obat ajaibnya itu ia buru buru memasangnya
"Shit" umpatnya saat sadar inhalernya habis
Renjun pun memilih bangkit berharap ia masih memiliki stok inhaler di lemarinya
Namun badannya terlampau lemas membuatnya limbung begitu saja kearah papanya
Papanya langsung mendudukkan Renjun di sofa
Renjun yang sudah tidak tau lagi harus bagaimana hanya bisa meremat jas yang papanya pakai
"Se hh sak hh pa" gumam Renjun
Papanya tak menjawab, ia hanya mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi seseorang
"Pah... Tolongin" racau Renjun karna papanya tak kunjung menggubrisnya
"Udah ga kuat" lirihnya
Nafas Renjun tinggal satu satu, ia bahkan sudah tak sanggup lagi meremat jas papanya seperti tadi
Ia tidak tahu apa yang terjadi dengan tubuhnya, sejenak ia merasakan papanya mendorongnya untuk berbaring
Hingga akhirnya kesadarannya terenggut sepenuhnya
KAMU SEDANG MEMBACA
best brother [END]
FanfictionTerkadang kita membutuhkan mereka yang bernasib sama untuk menguatkan