Let that love continue to flow in silence, while you remain by my side ...
...
East Distrik, New Orlans in Winter - 2004.
Sensasi arah angin yang asing. Hawa malam musim dingin New Orlans yang tiba-tiba menghangat. Siapapun pasti merasa aneh, bahkan ketika Gulf hampir menginjak usia tujuh tahun, di pertengahan bulan nanti. Namun, bocah dengan surai halus itu paham, bahwa semuanya tampak sedang tidak baik-baik saja.
Kantuk masih sangat menyusahkan kelopak mata sebab jam tidur baru saja di lalui, akan tetapi anak manis itu sudah harus kembali terjaga dengan cara yang sedikit kurang manusiawi. Debuman pintu lebih dulu mengusik, sebelum lengan kecil sosok dengan piayama cokelat tua menggoyang kaki kecilnya.
Keadaan terdengar rancau, namun samar.
Sebuah boneka kelinci merah muda tetap di peluk sekuat tenaga, ketika kedua hazel gelap menggemaskan itu pada akhirnya sudah sanggup terbuka sempurna. Hal pertama yang menyapa iris sejernih mata air itu adalah kegelisahan yang mencuat dari air wajah ayahnya yang terus berkutat dengan telepon kabel.
Ibunya terus mengitip dari balik lubang pintu dengan air mata yang menggantung di pelupuk mata.
Sedangkan Gulf tetap berdiri di ambang anak tangga, dengan kakak laki-lakinya—War Wanarat— dan saling menautkan jari-jari kecil satu sama lain.
“I-ibu—” Itu hanya sekedar cicitan lirih di tengah gema dengung asing yang ada. Gulf hanya merasa penasaran dan sedikit takut. Apa kedua orang tuanya baru saja bertengkar? Mengapa wajah-wajah semua orang serius sekali?
Wanita cantik dalam balutan pejamas seputih awan itu menoleh pelan, setelah lebih dulu terlihat mengusap kantung mata sekilas. “Tidak apa-apa sweetheart, ibu di sini.” Suara wanita cantik itu terdengar penuh kasih dan sayang, halus dan menenangkan. Sosok wanita cantik dengan paras teduh, dan tentunya dengan hati yang baik. Seorang ibu tiri terbaik di muka bumi, yeah—wanita cantik itu adalah ibu tiri seorang Gulf Kanawut.
Wanita itu melangkah mendekat, dan paras penuh kegelisahan itu kian jelas menusuk kornea.
War yang semula diam, entah mengapa menjadi sedikit emosional ketika sang ibu memberi belaian halus pada ujung surai. War menangis dalam diam dan penuh getar. Itu wajar, bocah itu hanyalah bocah sepuluh tahun yang tak tau apa-apa tentang semua kejadian menakutkan saat ini. Sama seperti Gulf, War bahkan terbangun saat sebuah suara dentuman keras terdengar menggebrak sisi balkon kamarnya.
Itu mengerikan.
“Ibu ... aku takut.” Oh anak yang malang. War mencicit lirih, tak melepaskan genggaman tangannya pada tangan kurus sang adik.
Kasih sayang yang telah terjalin erat, meski kenyataannya mereka bukan saudara sedarah. Namun, apakah itu penting? Hati anak-anak itu murni.
Nyonya Traipipattanapong mengulas senyum pedih. “Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHOMAFIA | Fate's Partner Mission [MEWGULF] END
FanfictionKita bertemu sebagai bentuk takdir? Sebelumnya, Gulf Kanawut tak pernah merasa serakus ini. Ia yang telah menjadi seorang pembunuh bayaran dengan jejak misi yang tak di ragukan lagi. Kemudian ikut tergiur dalam sebuah misi pembunuhan pada seorang ra...