To live in hearts we leave behind is not to die ......
J A D I, sudah sangat jelas bukan? Acara ini terlaksana penuh ke jenuhan—bagi Gulf saja sebenarnya.
Sebab Mew dengan sikap kebangsawanan tampak duduk dengan elegan, mengikuti jalannya pelelangan dengan tenang. Mulai dari guci seharga rumah mewah, kunci antik yang demi Tuhan! Barang kuno seperti itu bisa seharga pulau! Dan barang aneh lainnya.
Penderitaan terus bertambah, saat sesi awal harus terjeda hanya karena barang utama belum siap di perlihatkan. Rasa-rasanya Gulf sangat bernafsu menyeret Mew agar segera pulang. Pria itu juga tampak tak berniat membeli barang apapun. Kenapa tak pulang saja?!
“Menurutmu, apa aku harus memenangkan guci itu?” Mew berbicara di balik tengkuk Gulf. Menunjuk sebuah guci giok saphire di tengah lautan pengunjung. Gulf dan Mew tengah berada di sekitar etalase-etalase berisi barang-barang tak bermutu, omong-omong. Lebih tepatnya ia tengah mengekor kemanapun Mew pergi. Sialnya, pria itu memang tak bisa diam di tempat! Mengapa tak tetap duduk di bangku yang telah di sediakan?
Merepotkannya saja. Tidak, tidak. Mew bukan hanya merepotkan Gulf saja, melainkan juga merepotkan Mean juga. Pria tinggi berwajah datar itu tampak dengan tenang berdiri di sekitar pilar, tak jauh dari keberadaan Mew.
Mean memang tipe bawahan yang selalu mengutamakan keselamatan Tuannya.
“Tak jauh berbeda dengan gayung kamar mandi,” acuh Gulf. Biar saja Gulf tak mengerti apapun tentang seni. Baginya barang-barang tak bermutu hanya akan menganggu aktivitas.
“Well, aku akan memenangkannya. Setelah itu gunakan benda itu untuk mandi.”
What the—! Sudah Gulf katakan bukan? Mew itu gila. “Kau tau, kau adalah orang kurang kerjaan paling parah yang pernah ku temui.”
“Itu bagus, karena kau harus mulai terbiasa dengan segala ke-istimewaan yang ada pada diriku, Gulf.” Mew sungguh tukang bual. “Bahkan aku bisa menjadi apa yang kau mau.”
Gulf mungkin tak akan memahami arti dari kata yang baru saja Mew katakan, jika sorot sepasang iris kelam dihadapannya tak sedalam itu. Mew seolah tak main-main dengan kata-katanya. “Jadilah manusia normal! Kau itu aneh.”
Mew tergelak lebar. “Apa kau merasa aku masih kurang normal? Kau harus tahu Gulf, segala ekspresi yang kau lihat dari wajahku adalah hal yang mustahil orang-orang lain lihat.”
Suasana menjadi terasa sangat aneh. Suhu meningkat pesat. Ia merasa gerah entah mengapa. “Jangan membual.”
“Ku rasa apa yang Yin Anan ceritakan sudah cukup jelas.” Mew menggulung senyum. “Aku tak pernah membiarkan musuh hidup, sekalipun hanya karena kesalahan kecil. Tapi kau masih tetap hidup.”
“Karena aku yakin kau hanya berniat menjadikan ku sebagai pelayan!” Gulf menukas, sedikit terkejut bagaimana Mew bisa mengetahui percakapannya dengan Yin. “Kau sendiri yang mengatakan, bahwa aku tak lebih dari seorang pelayan dan bahan permainan mu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHOMAFIA | Fate's Partner Mission [MEWGULF] END
Fiksi PenggemarKita bertemu sebagai bentuk takdir? Sebelumnya, Gulf Kanawut tak pernah merasa serakus ini. Ia yang telah menjadi seorang pembunuh bayaran dengan jejak misi yang tak di ragukan lagi. Kemudian ikut tergiur dalam sebuah misi pembunuhan pada seorang ra...