Destiny always knows. Time always goes by without being felt.....
...History St. Elizabeth, Napoleon Avenue_New Orleans—2005.
Udara terasa cukup buruk, ketika bulan telah menginjak pertengahan musim panas. Musim baru sekaligus tempat baru.
Adaptasi yang di rasa sungguh memuakkan serta berat.
Waktu berjalan lambat dan buruk. Kisah kekuatan mental yang telah di mulai dari akhir tahun serta akhir musim dingin yang buruk dan penuh derita. Semua terasa asing.
Gulf yang malang. Anak manis itu tak menangis atau mengatakan banyak keluhan, ketika keadaan memaksanya berjuang dan harus mati-matian berdamai dengan takdir, di usia yang bahkan tak cukup baik dalam menghitung angka. Tempat tinggal hancur, kedua orang tuanya meninggal dunia, kemudian ia dan kakak laki-lakinya harus mau tak mau tinggal di sebuah rumah kasih di New Orleans. Kerabat hilang kabar—entah dari pihak ayah maupun ibu.
Sebuah rumah megah milik pemerintah dengan segala macam aturan yang mengikat. Berbagi banyak hal dengan anak-anak lain. Terpaku dalam aturan tak tertulis yang tercipta sebab keadaan
‘Bersikap kuat atau kau akan tertindas’
Setidaknya itu cukup baik, daripada harus tergulung debu jalanan.
Sarapan pagi dengan sepiring roti kering tanpa susu. Mainan yang tak dapat di mainkan sesuka hati. Ruangan penuh keramaian, serta aturan. Tak ada selimut halus di malam yang gelap atau dongeng yang penuh misteri. Gulf mulai terbiasa dengan semua itu, sungguh. Selama phi War selalu ada di dekatnya, semua akan terasa baik-baik saja.
Sudah hampir dua musim, dan itu cukup mengubah banyak kepribadian.
Phi War tak lagi seceria dulu. Gulf kecil dan kakak laki-lakinya itu seperti tak sedekat dulu. Pada awal pagi sampai menjelang sore, Gulf harus terus merasa kesepian sebab phi War sudah mulai terdaftar di salah satu sekolah seni pemerintah.
Phi War sudah seperti menjadi remaja yang dewasa. Tak banyak berkata, dan melakukan segalanya dengan sempurna.
Panti asuhan itu ramai, namun tak ada yang ingin bergaul dengan seorang bocah aneh dan pendiam sepertinya. Cukup lucu, ketika ia merasa kesepian di lingkungan yang penuh keramaian.
Hal satu-satunya yang dapat Gulf lakukan selama menunggu War adalah duduk di sebuah ayunan tua yang menggantung rapuh pada batang sebuah pohon Oak besar tak jauh dari taman belakang.
“Wish everything will gonna be alright—” Gulf bergumam sendu. Mengucapkan sepenggal bait lagu yang sering ibunya nyanyikan. “And I will be a little star in the sky.”
Sedih dan Gulf tak menangis.
“Makan siang bocah idiot!” Gulf tak harus susah-susah memutar kepala karena suara itu. Makan siang ketika meja makan telah sepi adalah pilihan terbaik. Ia hanya tak menyukai bila beberapa anak membuang brokoli mereka ke atas piringnya, atau menumpahkan sup wortel ke atas pai anggurnya. Tidak juga dengan ludah yang mereka lemparkan ke atas air minumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHOMAFIA | Fate's Partner Mission [MEWGULF] END
FanfictionKita bertemu sebagai bentuk takdir? Sebelumnya, Gulf Kanawut tak pernah merasa serakus ini. Ia yang telah menjadi seorang pembunuh bayaran dengan jejak misi yang tak di ragukan lagi. Kemudian ikut tergiur dalam sebuah misi pembunuhan pada seorang ra...