"Itu dia orangnya," Harlan menunjuk ke arah laki-laki menggunakan topi berwarna merah yang sedang bersandar di dinding dekat bus yang menaikturunkan penumpang di pintu masuk menuju Machu Picchu.
Aku mengikuti langkah Harlan, menyelinap di antara banyaknya pengunjung yang bersiap memasuki Machu Picchu, menuju bapak-bapak yang, kata Harlan, adalah guide kami hasil rekomendasi dari temannya. Sepertinya Harlan si fotografer memiliki world-class connection sampai bisa menemukan guide di remote area seperti ini tanpa berusaha.
Selama berjalan menuju dekat pintu masuk citadel, Harlan menoleh beberapa kali untuk memastikan bahwa aku masih berjalan di belakangnya. Dari belakang, aku memperhatikan penampilan Harlan hari ini: celana kargo pendek, t-shirt cokelat muda (kali ini dengan logo Discovery), dan hiking boots yang kelihatan serius dan berbeda banget dengan sneaker abu-abu yang kukenakan.
Ketika melihatnya pagi ini di antrean bus, satu hal yang langsung melintas di pikiranku: dia seperti pembawa acara petualangan atau penjelajahan di televisi. Kombinasi sosoknya maskulin dan wajahnya yang, uhm, good-looking, Harlan is too hot to be an ordinary guy. Jadi mohon maaf Raisa, Hamish Daud ada saingannya.
"Hola, ¿eres Dario?" Harlan bertanya kepada si bapak bertopi merah yang langsung mengangguk dengan semangat.
"Sí, soy Darío," Ia menghampiri Harlan sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman. "¿Eres Harlan, amigo de Matthew?"
KAMU SEDANG MEMBACA
happenstance
RomanceIntertwined stories about people who meet in unexpected times, unplanned circumstances, and fortuitous serendipity. #1 wanderlust: Harlan Malik memberikan waktu lima tahun bagi dirinya untuk keliling dunia menjadi travel photographer/writer sebelum...