"Mahal banget ternyata empat puluh Euro!"
"Masih lebih mending," ujar Rama santai. Ia berjalan di sampingku dengan santai tanpa terngeah-engah padahal kami sedang menanjak bukit. "Gue pikir tadinya kayak sepuluh juta gitu."
Aku mendengus, masih merasa sebal, nggak terima harus membayar denda padahal kami punya tiket kereta. Kami hanya nggak tahu bahwa tiket tersebut harus divalidasi.
"Dan pastinya lebih mending daripada kita harus masuk penjara," lanjut Rama sambil nyengir lebar.
Aku ikut tertawa, walaupun hati masih kesal. "Ya udah, nanti bagi dua aja. Gue bayar setengahnya."
Setelah meninggalkan stasiun Astoria, aku dan Rama naik tram menuju Szabadság szobor atau Liberty Statue, salah satu monumen yang ada sisi seberang sungai Danube, di puncak Gellert Hill. Namun karena lokasinya di atas bukit, tram hanya bisa mengantarkan sampai taman di kaki bukit lalu kami jalan santai menuju lokasi monumen.
"Lo ingat nggak waktu dulu kita iseng pas liburan tengah tahun SMA, naik kereta ke Surabaya dan Harlan hampir ketinggalan di stasiun kecil di Jawa Tengah karena dia nyari tukang gemblong?"
Ingatanku terlempar ke sekian tahun yang lalu. Rasanya seperti baru kemarin aku selalu ikut ke mana Harlan dan Rama pergi, termasuk ke Surabaya hanya untuk menginap dua hari karena mereka berdua ingin melihat kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember di Surabaya—yang ternyata keduanya nggak sekolah di situ juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
happenstance
RomanceIntertwined stories about people who meet in unexpected times, unplanned circumstances, and fortuitous serendipity. #1 wanderlust: Harlan Malik memberikan waktu lima tahun bagi dirinya untuk keliling dunia menjadi travel photographer/writer sebelum...