Dovetail | Part 3

5.5K 1.1K 54
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku hampir tersedak air yang melintasi tenggorokan.

Buru-buru aku meraih tissue untuk membersihkan air yang menetes di sekitar mulut lalu berkomentar, "Hah? Lo janji gitu ke Harlan??"

Rama meringis, mengangkat bahu terlihat merasa bersalah.

"Siapa dia bisa mengatur hidup orang? Hidup gue? Hidup elo?" aku masih emosi.

"Saudara kembar lo? Sahabat gue?"

Aku mendengus lalu tertawa miris, "Yang bener aja."

Rama nggak bereaksi. Ia hanya meneguk kembali es teh-nya, hanya saja kali ini bukan air yang diminum karena hanya tersisa es batu.

Sambil menggeleng nggak percaya, aku bertanya lagi, "Dan lo mau aja disuruh berjanji gitu?"

"The Bro Code?" ia menawarkan alasan.

"Bro Code my ass," lagi-lagi aku mendengus.

We might share the womb together, tapi bukan artinya Harlan bisa ngatur-ngatur hidup orang seenaknya. Pakai melarang orang jatuh cinta segala pula. Dia pikir dia itu siapa? Tuhan?

Rasa kesalku kepada Harlan, yang memang sudah membukit, kini seperti menggunung. Udah lah dia membatalkan perjalanan sepihak, kini mengetahui apa yang dia lakukan di belakangku rasanya seperti dosa tak termaafkan.

"Dan gue selama ini—" aku berhenti untuk menghela napas, mencoba mengendalikan emosi membuncah. "—gue pikir ada yang salah dari gue. I thought you were leading me on. Gue menyalahkan diri sendiri karena salah membaca sinyal dari lo. Stupid high-chool Harper. Tapi ternyata selama ini HARLAN ADALAH ALASANNYA?"

Rama benar-benar terlihat merasa bersalah. Ia nggak berkata apa-apa, mungkin masih mikir bagaimana memberikan penjelasan lebih lanjut kepadaku namun tanpa membuat damage lebih besar terhadap hubunganku dengan Harlan.

Ha! Sorry but a little bit too late, mister!

"Kenapa lo mau berjanji kayak gitu ke Harlan?" tanya gue, masih dengan nada judes yang sama. Biarin judes. Rama deserves this. And Harlan deserves to be buried alive—kayak Ryan Reynolds di film Buried.

Rama menelan ludah, seperti mempersiapkan diri untuk menghadapi amukanku sesi berikutnya. Setelah beberapa saat menimbang, ia akhirnya membuka mulut, "Gue... berutang banyak ke Harlan."

Aku mengernyit, "Utang... finansial?"

Seperti menkonfirmasi kecurigaanku, Rama menggeleng. "Bukan, bukan finansial."

"Terus apa?"

Rama menoleh kanan kiri, memijit bagian belakang lehernya dengan rikuh. "He saved my life, Harp."

happenstanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang