Chess Board in a Park, Sarajevo
It was so heartbreaking to see Rama crying.
Aku selalu merasa bahwa adalah sebuah ketidakadilan dari society yang menuntut bahwa laki-laki nggak boleh menunjukkan jenis emosi seperti menangis. They have the right to cry. Dan ketika Rama menangis di pundakku, hatiku seperti terpilin dan merasakan perihnya yang dirasakan Rama saat itu. Sepuluh tahun yang lalu mungkin dia hanya punya Harlan. Kali ini, setidaknya ada aku menemaninya melalui semua ini.
"Kalau mood gue lagi jelek, biasanya untuk membuat hati menjadi lebih enteng, gue akan makan es krim." Aku melingkarkan tangan kiri pada lengan kanan Rama. "Mau cari es krim?"
Rama, yang sedang bersamaku duduk di bangku taman sambil memperhatikan para lansia memainkan catur raksasa di ruang terbuka di hadapan kami, tersenyum tipis. Air matanya sudah mengering namun tatapan matanya terasa kosong.
"Lo mau?" ia justru bertanya balik.
"Kalau lo mau, ayok. Kalau masih mau di sini nontonin pensiunan main catur dengan pion sepertiga tinggi badan mereka pun ayok aja."
Rama menunduk, jemari tangannya saling terjalin di pangkuan. Aku masih bisa merasakan betapa hancur hatinya. Memiliki orang tua yang berpisah mungkin dialami banyak orang, tapi dengan magnitude masalah dan publisitas seperti ini, mungkin hanya satu-dua orang yang mengalami.
KAMU SEDANG MEMBACA
happenstance
RomanceIntertwined stories about people who meet in unexpected times, unplanned circumstances, and fortuitous serendipity. #1 wanderlust: Harlan Malik memberikan waktu lima tahun bagi dirinya untuk keliling dunia menjadi travel photographer/writer sebelum...