Day 9
Old Town Kotor, Montenegro
Aku memandang Harlan yang sedang bercerita kepada Rama mengenai perjalanannya mengelilingi Peru sementara menunggu makanan yang kami pesan datang.
Pagi menjelang siang ini, kami bertiga duduk di salah satu restoran yang ada di kota tua Kotor untuk brunch karena, guess what, kelaparan dari semalam belum makan. Nggak ada satupun bungkus Indomie bersisa untuk direbus.
Harlan, sambil memasang sunglasses, terlihat sangat bersemangat ketika menjelaskan dengan sangat detail prosesnya mendaki Wayna (?) Picchu—yang sepertinya adalah gunung atau bukit yang menjadi background pada foto-foto Machu Picchu yang memenuhi internet.
Aku memicingkan mata, there's something unusual about the way he's telling the story. Tapi aku nggak tahu itu apa. Dan kalau ada yang berkomentar, "Ah, itu perasaan lo aja..." biasanya langsung mendapatkan tatapan judes dariku. I didn't share the womb for nine months with him for nothing.
Namun rasa curigaku nggak mengalahkan rasa kesalku karena semalam dia muncul tiba-tiba di apartemen Alex.
Bisa-bisanya dia nggak ngabarin kalau mau nyusul ke sini. Memang sesusah apa sih ngetik seratus karakter di ponsel untuk memberitahu bahwa dia sudah selesai berpetualang dan memutuskan untuk terbang melintasi benua, ke tempatku berada. Udah, mah, dia membatalkan keberangkatan tiba-tiba, eh sekarang muncul tiba-tiba juga. Ganggu aku berduaan sama Rama pula.
KAMU SEDANG MEMBACA
happenstance
RomanceIntertwined stories about people who meet in unexpected times, unplanned circumstances, and fortuitous serendipity. #1 wanderlust: Harlan Malik memberikan waktu lima tahun bagi dirinya untuk keliling dunia menjadi travel photographer/writer sebelum...