"Besok pesawat kamu jam berapa?"Harlan, sedang menyeruput pisco sour-nya, tampak berpikir. "Sembilan pagi," jawabnya singkat lalu meletakkan gelas yang masih terisi setengah ke atas meja.
Setelah seharian berjalan kaki menyusuri pegunungan Andes, kami berdua mengakhiri hari dengan duduk-duduk di sebuah restaurant yang berlokasi agak ke atas sehingga kami bisa melihat kota Cusco dari balkon. Pada blue hour seperti sekarang ini, Cusco dan bukit yang mengelilinginya terlihat cantik dengan kerlip cahaya lampu mulai menyelimuti sesisi kota.
"Habis dari Cordillera Blanca memang mau ke mana lagi?" tanyaku, masih penasaran.
"Ada sand dunes di selatan Lima. Rencana mau ke sana sebelum terbang balik ke Denver."
"Ngapain ke sand dunes? Di Amerika banyak, bukan?"
Harlan tertawa, "There's no such things as too many sand dunes experience in your life." Ia menoleh menatapku, "Katanya di Huacachina, ada oasis di tengahnya."
"Aku belum pernah lihat oasis," komentarku dengan agak sedih.
"You will, someday," ujarnya santai. "The world is your oyster, Sof."
"Gampang aja buat kamu ngomong," aku tertawa kecil. "Nggak semua bisa memiliki privilege kayak kamu, Lan."
KAMU SEDANG MEMBACA
happenstance
RomanceIntertwined stories about people who meet in unexpected times, unplanned circumstances, and fortuitous serendipity. #1 wanderlust: Harlan Malik memberikan waktu lima tahun bagi dirinya untuk keliling dunia menjadi travel photographer/writer sebelum...