#39 Deja Vu

73 10 10
                                    

Alooo aku update lagiii

Update kilat nih... karena kemarin lumayan rame. Ehe- seneng bgt walaupun ga serame orang-orang. Tapi aku jadi semangat buat nulis.

Yok bisa yok klik vote sama typing komentarnya Okey? 

Makasii minnaaa!! selamat membacaa:>>>

_____________

Lysha-

B-bo-botak?!!

•●☆●•

.

.

.

Byurrrrr

"HAHHH?!!!!!"

Gavin terlonjak duduk di atas ranjangnya. Netranya terbuka lebar dan seketika langsung bertemu dengan milik Anin. Wanita itu sontak tertawa melihat ekspresi putra semata wayangnya itu. Niatnya untuk memarahipun hilang seketika.

Gavin yang melihat itu seketika menatap Anin dengan pandangan nanar. "Ibuuuuuu..." Rengeknya.

Anin beringsut mendekat dan memeluk Gavin. Ia terlalu gemas melihat putranya itu. Pasalnya hari ini Anin sedang bersemangat karena Rafael akan mengajaknya dating berdua siang ini hingga wanita itu bangun terlalu pagi. Tentunya Anin juga ingin membantu Gavin bangun lebih pagi dari yang seharusnya.

"Maaf ya nak. Hahahaha." Ucapnya.

Gavin yang masih berada di dekapan ibunya pun bersuara pelan. "Ibu, kok gitu sih? Kan jadi basah kasurnya." Ujarnya yang lagi-lagi mengundang tawa gemas dari sang ibu.

Anin mengusak surai putranya. "Ibu cuma mau bantuin kamu bangun pagi. Udah, yuk ke bawah. Sholat, mandi, terus sarapan. Ibu sama Ayah tunggu di ruang makan ya."

Anin berlalu pergi meninggalkan Gavin yang masih setengah sadar. Lantaran ia terbangun karena semburan air yang diberikan oleh ibunya. Ia memijat kepalanya yang terasa pusing.

Saat masih dalam usaha mengumpulkan nyawanya, ia kembali teringat akan mimpi itu. Netranya menajam. Namun sedetik kemudian ia menghela napas lega.

"Fiuh, untung cuma mimpi." Gumamnya. "Kalo beneran pun, emang dia kenapa?" Lanjutnya.

Gavin tersadar dari lamunannya dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia segera beranjak dari ranjang dan memulai aktivitasnya di pagi hari. Ia juga ikut senang karena semalam, diam-diam ia juga mendengar percakapan antara Anin dan Rafael.

Walaupun tak diajak, tapi setidaknya ia juga ikut senang jika keadaan ibunya semakin membaik. Ia juga sangat bersyukur dengan keadaan keluarganya saat ini. Perlahan, kenangan-kenangan menyakitkan itu pasti akan memudar.

•●☆●•

"Udah mau masuk nih. Mana si Mellow?"

Shifa mendengus. "Melly." Sahutnya.

"Iya, maksud gue itu." Lanjut Lala.

"Ga tau. Kemarin, abis balik kaga ada kabarnya."

Mereka terus saja memperbincangkan keadaan Melly. Sedangkan di lain tempat tampak seorang gadis berjalan dengan auranya yang sangat berbeda dari biasanya. Ia berjalan lenggak-lenggok sembari mengibaskan surainya. Membuat beberapa anak laki-laki melihatnya dengan tatapan memuja.

Seketika perjalannan gadis itu terhadang. Seorang laki-laki menahan Melly dengan lengannya. Siapa lagi yang berani menghentikan kebar-baran Melly selain Hansen?

Stalker Jadi PacarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang