Dia adalah ketua osis yang kebetulan menjaga kelas itu. Dia merupakan lelaki yang sangat manis dan berhasil mencuri perhatian Nura. Kulitnya yang hitam manis dan mempunyai lesung pipi telah menambah aura ketampanannya.
"Gantengnya, tipe gue banget dia." guman Naura dalam hati
"Cari tempat duduk yang kosong ya, dek." lanjut kakak osis itu pada Naura, senyuman tampak di wajah kakak osis itu. Senyum yang menurut Naura sangat manis dan mampu menenangkan hatinya.
"Baik, kak." Naura berjalan menuju tempat duduk yang kosong
Naura terpaksa duduk sendiri karena memang kebetulan siswa di kelas itu berjumlah ganjil. Namun, hal itu tak menjadi masalah buat Naura. Bagi dia yang terpenting bisa pindah ke kelas itu.
Setelah istirahat, Uril pergi menghampiri Naura "Ra, akhirnya gue bisa satu kelas lagi sama lo."
"Iya nih, padahal gue bosan banget lihat muka lo Ril, hehe." canda Naura
Uril memanyunkan bibirnya "Lo kok gitu sih, Ra?"
"Bercanda kali Ril, gue juga senang kok bisa sekelas sama lo. Sini peluk." Naura merentangkan kedua tangannya agar bisa dipeluk Uril
Uril menghambur kepelukan Naura "Uhh, iya gue peluk nih."
Setelah puas berpelukan, Uril mulai memberi tahu Naura mengenai nama-nama temannya di kelas X-IPS 2. Hal ini ia lakukan karena Naura sama sekali belum mengenal mereka. Setelah selesai menyebut satu-persatu nama temannya, Uril mulai mengenalkan nama kakak osis yang menjaga kelas mereka "Kalau dua kakak osis cewek yang jaga di kelas kita itu namanya kak Dina sama Kak Mila."
"Sedangkan, satu-satunya kakak osis cowok itu namanya kak Daniel. Dia ketua osis loh Ra. Ganteng banget kan?" lanjut Uril
"iya ganteng banget." Naura tersenyum
Uril tiba-tiba ingin menggoda Naura "Cie... lo suka ya sama kak Daniel? Pasti pengen jadi pacarnya kan?"
"Enggak lah, cuma kagum aja."
"Sama aja kali, Ra."
Naura mengerutkan dahinya "Beda, Ril Mengagumi seseorang bukan berarti selalu ingin memilikinya."
Uril tampak mencerna ucapan Naura. Ia masih sedikit heran "Terus kalau gak harus memiliki, apa dong?"
"Biasa lah buat cuci mata, hehe."
Uril baru mengerti perkataan Naura "Benar juga sih Ra, biar tambah semangat kita, hehe."
Sejak awal masuk ke kelas itu, Naura memang sangat tertarik pada Daniel. Namun, hanya sebatas mengagumi saja, tidak lebih. Hanya sahabatnya seorang yaitu Alfaris, satu-satunya lelaki yang paling menarik di hati Naura.
"Ra, untung banget ya Riya gak sekolah disini. Kalau aja dia sekolah disini apalagi sekelas sama kita lagi, gak mungkin betah gue sama sifat sombongnya itu." ujar Uril
"Gak boleh gitu Ril. Emangnya Riya sekolah dimana sih?" tanya Naura yang memang tidak tahu Riya sekolah dimana
"Hehe, iya deh gak gitu lagi. Katanya sih, Riya sekolah di luar negeri. Biasa lah anak sultan mah bebas."
Di tengah-tengah perbincangan Naura dan Uril, Wati dan Yuni yang juga merupakan teman kelas mereka, datang menghampiri mereka berdua.
"Hai Ril, Ra. Boleh gabung gak?" tanya Yuni
"Iya boleh lah. Lagian kalian kemana aja dari tadi?" kata Uril. Yuni dan Wati memang sebelumnya sudah akrab dengan Uril.
"Kita ke kantin Ril, biasa lapar." ujar Wati
"Oh iya Ra, kita belum kenalan kan. Kenalin gue Wati dan ini Yuni." lanjutnya. Ia mengulurkan tangannya dihadapan Naura, hemdk berjabat tangan dengan Naura
Naura tersenyum dan tentu membalas uluran tangan Wati "Gue Naura. Semoga kedepannya kita bisa jadi teman baik ya."
"Pasti Ra, lo tenang aja. Kalau temanan sama kita-kita nih dijamin asik. Tapi harap dimaklum ya, kalau si Yuni agak lemot gitu hehe." tutur Wati
"Dasar, Wati sinting" balas Yuni. Akhirnya, mereka berempat pun tertawa bersama.
***
Hari-hari pun terus berganti. Tanpa terasa, MOS yang berlangsung selama tiga hari telah selesai. Sekarang adalah hari pertama bagi murid baru untuk mendapat pelajaran dari para guru. Semua murid baru yang pada MOS masih memakai baju putih-biru, hari ini diwajibkan memakai baju putih abu-abu sesuai dengan seragam SMA pada umumnya.
Seperti biasanya, setelah sarapan Fandi dan Naura pamit berangkat ke sekolah. Setelah masuk kedalam sekolah, Naura dan Fandi berjalan bersama menuju kelas. Di tengah jalan, Naura merasa risih dengan tatapan beberapa gadis yang menatapnya sinis. Ia sangat bingung mengapa mereka menatapnya seperti itu. Padahal, ia sama sekali tidak berbuat kesalahan pada mereka.
Setelah sampai di kelas, Fandi dan Naura duduk di bangku masing-masing. Tak lama kemudian Pak Haki selaku guru matematika masuk ke dalam kelas itu. Iya sekarang waktunya pelajaran matematika.
Pak Haki telah menjelaskan beberapa materi pada siswa. Sesekali, ia akan memberi soal di papan untuk melatih keterampilan siswanya "Baiklah anak-anak, sekarang dipapan sudah ada soal. Untuk kalian yang bisa menjawabnya, saya persilahkan untuk maju ke depan." ucap pak Haki
Hening... tidak ada yang berani maju
"Baiklah, kalau tidak ada yang mau maju maka akan saya tunjuk." lanjut Pak Haki
"Naura, sana lo aja yang maju. Lo pasti tau jawabannya kan? Kasihan yang lain." bisik Uril sambil membalikkan badannya ke belakang karena memang Naura duduk di belakang Uril
"Enggak ah males, sana lo aja. Nih jawabannya." Naura menyodorkan bukunya pada Uril. Di buku itu sudah berisi jawaban soal yang ada dipapan. Naura sebenarnya bisa menjawab soal itu namun, ia kadang tidak mau menunjukkan kemampuannya di depan banyak orang. Hal itu terjadi karena ia tidak mau sesuatu yang terjadi ketika masih SMP, dimana ia telah dibenci oleh Riya karena kepintarannya terulang kembali.
"Gak mau ah, nanti kalau gue ditanya-tanya sama Pak Haki terus gak tau jawabannya gimana? mending lo aja ya Ra, please." mohon Uril
Karena kasihan pada temannya itu, akhirnya Nura mengangkat tangannya "Saya pak."
"Iya, nama kamu siapa?" tanya Pak Haki
"Naura Anandita, pak." jawab Naura
Dengan senang hati, Pak Haki mempersilahkan Naura untuk maju ke depan "Oke Naura, silahkan maju."
Akhirnya, Naura maju ke depan dan mulai mengerjakan soal yang ada di papan. Setelah beberapa menit menulis, Naura telah menyelesaikan soal itu. Kemudian, ia langsung kembali ke tempat duduknya. Sedangkan di depan, Pak Haki sedang mengoreksi jawaban Naura "Bagus Naura, jawaban kamu benar. Untuk kalian yang belum paham tentang materi yang saya jelaskan, kalian bisa belajar bersama Naura nanti."
"Tuh kan benar, Ra. Lo pasti senang kan di puji pak Haki, iya kan? Lo itu seharusnya berterima kasih sama gue karena gue yang nyuruh lo maju hehe." Uril membanggakan dirinya.
Naura hanya diam tanpa menjawab ucapan Uril tadi. Bukannya senang dengan pujian Pak Haki, Naura malah semakin takut jika teman kelasnya akan membencinya seperti yang dilakukan Riya sewaktu SMP. Namun, ketakutan Naura rupanya tidak terbukti. Teman-temannya malah sangat suka mendekati Naura dan tidak sungkan bertanya soal pelajaran pada Naura. Bahkan, tak jarang jika Naura yang tadinya duduk sendiri malah dikagetkan dengan banyaknya teman yang ingin duduk dengannya, terutama teman lelaki. Maklum, selain pintar, Naura juga sangat cantik.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFARIS (SELESAI)
Fiksi Remaja"Al itu seperti hujan, dingin. Namun, hujan tak selamanya memberi kedinginan. Ia juga bisa memberi sebuah kehidupan baru bagi bunga yang layu." ~Naura Anandita Naura adalah gadis yang sulit untuk jatuh cinta. Sekalinya jatuh cinta, ia jatuh cinta pa...