03 : Empat Biang Rusuh

435 93 2
                                    

Sekarang, waktunya pelajaran matematika. Bu Nur sebagai guru yang mengajar menjelaskan beberapa materi. Setelah selesai menjelaskan materi, Bu Nur yang kebetulan merupakan tante Riya menulis beberapa soal di papan untuk dijawab oleh masing-masing kelompok yang tempo hari sudah dibagi. Eitt, kalian jangan salah sangka dulu ya, meskipun Bu Nur adalah tantenya Riya namun, beliau tidak pernah bersifat pilih kasih pada murid-muridnya.

Setelah memberi waktu untuk menjawab semua soal yang ia berikan, Bu Nur langsung memberi kesempatan bagi kelompok yang ingin maju mengerjakan soal tersebut. Naura yang memang paham dan sudah mencoba mengerjakan soal dari Bu Nur langsung mengacung sebagai perwakilan kelompoknya. Akhirnya, dia maju dan menulis jawabannya dipapan. Setelah menulis jawaban, Bu Nur memuji dan memberi nilai tambahan pada kelompok Naura yang berhasil menjawab soal dengan benar.

Kegiatan tersebut pun berlanjut, tak jarang perwakilan dari beberapa kelompok maju secara bergiliran ke depan untuk menjawab, termasuk Al dan Riya yang juga turut menjadi perwakilan dari kelompoknya. Hingga, tibalah di soal terakhir "Oke anak-anak, ini adalah soal terakhir. Memang agak sulit dari sebelumnya tapi, ibu yakin kalian bisa menjawabnya. Silahkan, bagi yang mau menjawab dipersilahkan untuk maju."

Hampir satu menit suasana menjadi hening, tidak ada yang mau maju. Hal ini membuat Bu Nur mengulangi perkataannya "Loh, masak ini gak ada yang tau jawabannya? Ayo ibu prioritaskan bagi yang kelompoknya belum maju sama sekali untuk maju sebagai nilai tambahan. Namun, jika tidak ada yang mau maju maka, kelompok yang sudah maju dan tau jawabannya diperbolehkan untuk maju kembali."

Tiga anggota kelompok Naura yang memang memiliki sikap rusuh langsung menyuruh Naura untuk maju, sebab mereka tau kalau Naura sudah menulis jawaban dari soal itu di kertas.

Akbar meminta Naura untuk maju mengerjakan soal "Sana Ra, lo aja yang maju, biar nambah nilai. Hitung-hitung amal buat kita yang minim otak ini, hehe."

Naura menolak permintaan Akbar "Enggak ah, gue kan udah maju. Kalian aja sana! Kan jawabannya udah gue tulis jadi, tinggal kalian salin aja ke papan."

"Iya udah gue aja yang maju nih?" tawar Rahman

Naura menganggukkan kepalanya "Iya udah, lo aja sana yang maju, Man."

"Oke, doakan pangeran wahai pendamping-pendampingku. Doakan supaya aa' bisa membawa berkah bagi kalian semua." Rahman sangat percaya diri

"Terserah lo aja deh pangeran kodok, cepat sana maju!" respon Ari. Sedangkan, Naura dan Akbar hanya bisa tertawa mendengar ocehan kedua temannya itu.

Akhirnya, Rahman maju untuk mengerjakan soal dan jawaban yang ditulisnya benar. Rahman sangat kegirangan dan bersikap berlebihan. Naura yang melihatnya sampai tidak habis pikir dengan kelakuan temannya itu. Semenjak Naura bergabung pada kelompok itu, Naura sangat bahagia sebab, anggota kelompoknya itu sangat lucu baginya. Semua yang mereka bicarakan selalu saja lucu. Bahkan saat mereka mengejek satu sama lain pun terlihat lucu dan tentunya tidak pernah menimbulkan sakit hati antar-sesama karena memang mereka tidak pernah memasukkannya ke dalam hati.

Ketika bercanda, mereka berempat bahkan sampai lupa waktu. Misalnya saat pelajaran IPA, mereka yang notabenya duduk dibangku paling depan tetap saja berisik ketika gurunya sedang menjelaskan materi. Bahkan, mereka tidak sadar jika guru itu sedang berjalan ke arah bangkunya dan kemudian...

"Tak... tak... tak... tak." bunyi penghapus yang mengetuk kepala Naura, Ari, Akbar dan Rahman

Mereka yang kaget tiba-tiba diketuk kepalanya spontan diam. Sedangkan, siswa yang lain langsung tertawa menyaksikan tingkah mereka berempat.

"Kalian ini ya, saya lagi ngejelasin malah ngobrol. Emang ya kalian ini empat biang rusuh di kelas. Sekali lagi saya lihat kalian ngobrol bakal saya hukum kalian, paham?" tegur guru

ALFARIS (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang