26. Perpisahan

278 27 8
                                    

Saat ini Tirta sudah berada di dalam goa kediaman Ki Bergawa. Pemuda ini duduk di hadapan kekek sakti berjubah kelabu ini penuh takzim. Anak muda ini sudah menyelesaikan semua latihan di bawah bimbingan Ki Brahma dan sesuai perjanjian sebelumnya saat ini dirinya akan dibimbing oleh Ki Bergawa.

"Apa kau merasakan suatu perubahan dalam dirimu, terutama dalam kemajuan tenaga dalammu?"Tanya Ki Bergawa dengan suara beratnya.

Sesaat Tirta termenung kemudian setelah mengusap ujung hidungnya anak muda ini anggukkan kepala dan berkata walau dengan sedikit kurang yakin.

"Memang benar, kek. sejak aku belajar dengan guru Brahma aku meraskan tubuhku lebih enteng dan segar. Lalu setiap aku kerahkan hawa sakti aku merasakan tenaga dalamku lebih besar."

"Apa kau tahu mengapa itu bisa terjadi hingga tenaga dalammu meningkat dengan pesat secara singkat?" Tanya Ki Bergawa pula sambil memandang tajam anak muda ini.

Tirta gelengkan kepala dan berucap ragu."Saya memang disuruh berlatih dengan duduk di bawah air terjun dan sebelumnya harus berendam di dalam sungai sepanjang malam. Tapi saya tidak yakin apa yang saya alami hanya karena latihan itu."

Ki Bergawa anggukkan kepala dan menghela napas panjang," Kuberitahukan padamu, anak muda. Mungkin kau tidak sadar bahwa selama mengobatimu kakang Brahma sudah banyak kehilangan tenaga dalam. Lalu saat kau berlatih di bawah air terjun untuk terakhir kali dia sudah meresapkan sebagian tenaga saktinya ke dalam tubuhmu. Walaupun dia tahu resikonya bahwa dirinya akan menjadi lemah karena kehilangan banyak tenaga dalam beberapa lama tapi kakang Brahma tetap melakukannya. Kini hasilnya kau memliki tenaga dalam berlipat."

Tentu saja Tirta jadi terkejut mendengar ini.

"Mengapa kakek Brahma melakukan hal berbahaya itu ?" Tanya Tirta dengan wajah kaget.

"Karena kakang Brahma sangat berharap padamu, Tirta. kau bisa menjadi pewarisnya yang bisa membanggakan dirinya nanti kalau kembali ke rimba persilatan." Ucap Ki Bergawa tegas.

Sesaat Tirta termanggu. Teringat olehnya beberapa saat sebelumnya sewaktu Ki Brahma menyuruhnya pergi menemui Ki Bergawa. Kakek sakti itu wajahnya terlihat pucat dan lemah.

"Tirta!" Ucap Ki Brahma sesaat sebelum dirinya akan pergi menemui Ki Bergawa," Kau sudah mempelajari tiga buah ilmu dariku. Kini waktunya kau menemui adikku Ki Bergawa dan menimba ilmu padanya."

"Baik, kek." Tirta anggukkan kepalanya, tapi kemudia berkata dengan penuh khawatir." Tapi, apakah tidak apa-apa aku meninggalkan kakek yang dalam keadaan seperti ini? Sepertinya kakek kecapaian setelah berminggu-minggu melatihku. Biarlah aku tunggu sebentar untuk menemani kakek disini."

Ki Brahma tersenyum lembut. Hatinya sedikit terhibur dengan perhatian dari anak muda yang sudah dianggap muridnya ini.

"Tidak usah kau pikirkan. Setelah bersemedhi beberapa lama keadaanku akan membaik. Aku memang sedikit kecapaian. Tapi tidak apa-apa. Adikku itu orangnya keras berangasan, jadi mungkin kau akan menerima lathan yang sangat keras. Tapi aku percaya kau bisa melaluinya dengan baik."

Tirta anggukkan kepalanya walau dengan perasaan tetap khawatir. Dan kakek itu tetap duduk di mulut goa mengawasi Tirta yang meninggalkan kakek tersebut. Mengingat hal tersebut Tirta jadi sedih terharu.

"Kek, apakah tidak apa-apa meninggalkan kakek Brahma sendirian di goanya?"Akhirnya Tirta bertanya pada Ki Bergawa. Kakek ini menyeringai mendengar nada kekhawatiran Tirta dan segera berkata.

"Tua Bangka itu bukan manusia lemah. Yang penting kau jangan menyalahi kepercayaan yang diberikannya padamu. Kini kau harus tinggal disini untuk sementara waktu. Aku akan melanjutkan melatihmu."

Geger ParahiyanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang